Liputan6.com, Reykjavik - Seorang profesor di bidang sejarah, Gudni Johannesson memenangkan pemilihan Presiden Islandia yang dilaksanakan setelah insiden bocornya dokumen Panama Papers pada April lalu, yang berdampak kepada para pejabat pemerintahan negara tersebut.
Pendatang baru di ranah politik dari Partai Independen itu memutuskan mencalonkan diri menjadi presiden setelah bocornya dokumen Panama Papers menaikkan gelombang sentimen anti-kemapanan.
Dikutip dari The Guardian, Senin (27/6/2016), Johannesson yang memperoleh 39,1 persen suara, terpilih menjadi Presiden Islandia setelah merayakan ulang tahun ke-48 pada Minggu, 26 Juni 2016.
Baca Juga
Advertisement
Seorang pengusaha wanita yang mencalonkan diri secara independen, Halla Tomasdottir, menempati urutan kedua dengan peroleh suara 27,9 persen.
Sementara itu David Oddsson, mantan perdana menteri dan gubernur bank yang menjadi rival ketat Johannesson, hanya memperoleh 13 persen suara.
Presiden Islandia memegang kedudukan resmi yang bertindak sebagai penjamin konstitusi dan persatuan nasional. Rencananya pemilu legislatif baru akan diadakan pada musim gugur.
Johannesson yang juga merupakan dosen di Univeristy of Iceland, akan menggantikan Olafur Ragnar Grimsson (73 tahun), yang telah menjabat sebagai Presiden Islandia selama 20 tahun.
Kemarahan yang dipicu oleh aksi protes massal pada April lalu menyebabkan pengunduran Perdana Menteri Islandia, Sigmundur Davíd Gunnlaugsson.
Aksi tersebut mulai mereda setelah hari-hari terakhir kampanye, di mana masyarakat negara itu merasakan euforia setelah Islandia berhasil mengalahkan Austria dengan skor 2-1 dalam pertandingan sepak bola Euro 2016.