Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan menguji coba penyaluran elpiji bersubsidi 3 kilogram (kg) tepat sasaran. Langkah yang dilakukan oleh kementerian adalah dengan melakukan penjatahan distribusi elpiji 3 kg. Pulau Tarakan, Kalimantan Utara, bakal menjadi daerah untuk uji coba pembatasan ini.
Direktur Pembinaan Hilir Direktorat Jenderal Minyak dan Gas (Migas) Kementerian ESDM Setyorini Tri Hutami mengatakan, untuk menjalankan uji coba penyaluran elpiji bersubsidi tepat sasaran tersebut, pihaknya tengah mendata ulang seluruh masyarakat Tarakan yang menggunakan elpiji 3 kg.
Kementerian ESDM berharap pendataan tersebut akan selesai pada akhir Juni ini. Dengan selesainya pendataan tersebut, kementerian memperkirakan setelah Idul Fitri uji coba penyaluran elpiji bersubsidi langsung dilakukan.
"Kami lagi coba. Targetnya setelah hari raya. Sekarang lagi pendataan. Kami ada data di 2012 lalu dan sekarang diperbarui," kata Rini, di Jakarta, Senin (27/6/2016).
Baca Juga
Advertisement
Jika penyaluran subsidi tepat sasaran tersebut diterapkan, maka penjatahan yang akan dilakukan, yaitu 3 tabung elpiji 3 kg per bulan bagi pengguna rumah tangga dan 10 tabung per bulan untuk pengguna usaha kecil menengah (UKM).
Menurut Rini, pada tahap percobaan ini Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Kementerian ESDM akan menggunakan data masyarakat yang mendapat paket perdana elpiji bersubsidi 3 kg. Artinya, Kementerian ESDM tidak menggunakan data yang berasal dari Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K).
"Kami pakai data kami sendiri. Data dasar yang telah kami punyai dulu lalu kami perbarui dengan pihak kecamatan dan kelurahan," ungkap Rini.
Data TNP2K belum digunakan untuk menghindari keresahan masyarakat. Pasalnya, jika mengacu data TNP2K banyak masyarakat yang tidak berhak menikmati elpiji bersubsidi. Dari 56 juta masyarakat yang menikmati elpiji bersubsidi saat ini, hanya 16 juta masyarakat yang berhak menurut data TNP2K. Oleh karena itu, penyaluran elpiji bersubsidi tepat sasaran dilakukan bertahap.
"Kami semula ingin menggunakan data TNP2K tapi akhirnya tidak jadi. Alasannya kalau menggunakan data yang ada sekarang ada 56 juta masyarakat yang terima, kemudian dengan data TNP2K tiba-tiba jadi 16 juta masyarakat, kan bisa jadi kisruh. Terlalu kecil. Kami lakukan bertahap," tutup Rini.