Liputan6.com, London - Referendum Brexit yang terjadi pada 23 Juni lalu telah memecah suara rakyat Inggris. Sebagian merasa 'menang' dengan hasil pemungutan suara yang memutuskan bahwa Britania Raya segera hengkang dari Uni Eropa, namun tak sedikit yang menyesali 'perceraian' itu.
Rakyat yang kecewa dengan Brexit, meluncurkan sebuah petisi online yang menuntut diadakannya referendum kedua -- disebut 'regrexit' yang berasal dari kata regret dan exit. Hingga saat ini petisi online yang berada di situs Parlemen Inggris itu telah ditandatangani lebih dari 3 juta orang.
Advertisement
Jumlah penandatangan petisi online sudah melampaui dari tandatangan yang dibutuhkan untuk membawa perdebatan tentang referendum kedua ini ke parlemen. Bahkan tingginya antusias warga untuk berpartisipasi dalam petisi online sempat membuat situs itu terganggu.
Seperti dikutip CNN, Senin (27/6/2016), petisi online itu digagas oleh William Oliver Healey.
"Kami yang bertandatangan menyerukan pemerintah untuk mengimplementasikan aturan jika 'Remain' atau 'Leave' kurang dari 60 persen, berdasarkan pada jumlah pemilih yang kurang dari 75 persen, maka harus ada referendum lain," sebut Healey pada kolom petisi online tersebut.
Referendum Brexit yang terjadi pada Kamis 23 Juni kemarin memiliki suara 72 persen -- meningkat dari jumlah suara pada pemilu tahun lalu yakni 66 persen, namun ini di bawah 75 persen yang diajukan dalam petisi online tersebut. Kubu 'Leave' berhasil menang 52 persen atas kubu 'Remain' yang harus puas dengan angka 48 persen.
Menanggapi permintaan referendum kedua ini, anggota parlemen dari Partai Konservatif, Ben Howlett setuju jika petisi online harus dibahas oleh House of Commons petitions Select Committee.
Tagar #Regrexit pun kini ramai di media sosial, salah satunya Twitter. Adam yang berasal dari Manchester menulis cuitannya, "Pengunduran diri David Cameron telah memaksa saya untuk jujur. Saya pikir periode ketidakpastian selama beberapa bulan ke depan semakin nyata, jadi saya cukup khawatir".
Penyesalan diungkapkan oleh pemilik akun rambogiblet. Ia mencuit, "Saya pribadi memilih keluar, percaya dengan semua kebohongan ini. Dan saya menyesalinya lebih dari apa pun. Saya merasa suara saya dirampok."
Seorang kubu 'Leave' lainnya, Mandy mengatakan kepada London Evening Standard, jika ia bisa mengubah suaranya maka ia akan melakukannya.
"Pagi ini, kenyataannya sungguh sangat memukul begitu juga penyesalannya. Saya harap saya memiliki kesempatan untuk memilih lagi, sederhana karena saya akan melakukan hal yang berbeda," cuit Mandy.
Ada pula kekhawatiran yang ditunjukkan Pemimpin Dewan Cornwall, John Pollard. Wilayah Cornwall dikuasai suara kubu 'Leave'.
"Sekarang kami tahu Inggris akan berpisah dari UE, kami akan mengambil langkah-langkah penting untuk memastikan bahwa Pemerintah Inggris akan tetap melindungi Cornwall dalam setiap negosiasi."
"Kami akan berusaha memastikan bahwa Cornwall menerima investasi yang sama dengan yang disediakan oleh program Uni Eropa, yakni US$ 82 juta per tahun."