Usai Brexit, Aksi Jual Jadi US$ 3 Triliun di Bursa Global

Sentimen brexit masih mempengaruhi laju bursa saham global pada awal pekan ini.

oleh Agustina Melani diperbarui 28 Jun 2016, 10:52 WIB
(Foto: Reuters)

Liputan6.com, New York - Langkah Inggris memutuskan keluar dari Uni Eropa (UE) dalam referendum pada 23 Juni 2016/Britain Exit atau disebut Brexit telah menyebabkan biaya cukup mahal.

Sentimen Brexit telah membuat bursa saham global bergejolak. Hal ini membuat pelaku pasar melakukan aksi jual sehingga menyebabkan bursa saham anjlok.

Berdasarkan data S&P Global, aksi jual mencapai lebih dari US$ 3 triliun atau Rp 39.824 triliun (asumsi kurs Rp 13.274 per dolar Amerika Serikat) dalam dua hari perdagangan saham. Namun jumlah itu tidak seperti saat krisis keuangan pada 2008. Hal itu menurut Analis S&P Howard Silverblatt.

Silverblatt mencatat, kalau aksi jual sendiri dari Amerika Serikat rata-rata sekitar US4 1,3 triliun. Pelemahan indeks saham tersebut pun berlanjut pada awal pekan ini.

Indeks saham Dow Jones turun lebih dari 260 poin. Bursa saham Inggris atau indeks saham FTSE 250 susut hampir tujuh persen. Namun, mata uang Inggris pound masih alami penurunan terburuk dengan sentuh level terendah dalam 31 tahun.

Terlepas dari volatilitas bursa saham, Analis Capital Economics Julian Jessop menuturkan kalau salah menyimpulkan dunia sudah di titik puncak krisis keuangan global lain. Meski pound melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kurang dramatis.

"Akan salah untuk menyimpulkan dunia pada titik puncak dari krisis keuangan global yang lain. Mata uang pound cukup dihargai pada perdagangan," tegas dia seperti dikutip dari CNBC, Selasa (28/6/2016).

Selain itu, indeks Bloomberg billionaires juga mencatatkan kalau kekayaan 400 orang terkaya dunia alami kehilangan sekitar US$ 127 miliar pada perdagangan Jumat pekan lalu, dan bertambah US$ 53 miliar pada Senin.

"Brexit merupakan kejutan terbesar dalam kebijakan moneter global sejak 2008. Ini akan menjadi titil balik perlambatan ekonomi pada 2016," kata David Beckworth, Scholar Mercatus Center di George Mason University.

Ia menambahkan, ada permintaan aset investasi lebih aman dengan Brexit tersebut. Hal itu berpengaruh ke yen dan dolar Amerika Serikat (AS), yang akan juga diikuti obligasi pemerintah dan emas.

Sejak brexit telah menjadi sering terdengar di pasar, sejumlah investor khawatir dengan gelombang risiko yang dapat menganggu ekonomi global. Namun, investor tampak telah mempersiapkan diri untuk hal lebih besar. (Ahm/Ndw)

**Ingin mendapatkan informasi terbaru tentang Ramadan, bisa dibaca di sini.

Ingin tahu terapkan strategi jitu digital marketing? Simak video ini:

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya