Liputan6.com, Jakarta - Raut bahagia terpancar dari wajah Edi Darmawan Salihin, ayah Wayan Mirna Salihin, usai putusan sela kasus pembunuhan berencana 'kopi sianida', dengan terdakwa Jessica Kumala Wongso di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Penolakan eksepsi atau keberatan Jessica oleh pengadilan, memberi angin segar bagi keluarga Darmawan, untuk mengungkap pembunuhan anaknya. Dia menilai, kasus pembunuhan anaknya luar biasa, dan hanya bisa ditangani lembaga penegak hukum yang luar biasa pula.
"Ini pidana yang dilakukan dan terungkap oleh polisi Indonesia, menjadi nomor satu di dunia sekarang," ujar Darmawan usai persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (28/6/2016).
Darmawan mengklaim, Australian Federal Police (AFP) masih kalah dengan Polri dalam menangani kasus kriminal. Hal itu berdasarkan sejumlah pelanggaran Jessica selama berada di Australia, yang dinilainya tak kunjung tuntas di persidangan.
"Tadi saya bilang ke teman saya, 'eh polisi elu AFP, Jessica bisa kabur LP 14 perkara. Di sini ngebunuh anak saya, mati dia sama polisi Indonesia'. Bukan belain polisi, memang bagus kerjanya," ujar dia.
"Kenapa waktu itu (berkas) bolak-balik? Memang lama prosesnya. Nanti indah deh, perkara ini saingannya susah deh," sambung Darmawan.
Darmawan hingga kini masih ingat sikap Jessica, sesaat setelah Mirna tewas diduga akibat racun sianida dari kopi yang diminum. Sikap dingin Jessica dan temuan tentang kematian anaknya di kafe Olivier pun memicu amarah pengusaha plastik itu.
"Jessica itu datang sendiri nemuin anak saya, saya waktu di rumah sakit enggak tahu itu. Makanya saya diam, enggak tahu saya, enggak bisa nuduh orang," kata Darmawan.
Setelah dirinya menemukan bukti rekaman CCTV di Cafe Olivier --lokasi Mirna minum 'kopi sianida', Darmawan yakin pembunuhnya adalah orang dekat anaknya sendiri. Dari situlah, Darmawan menyimpan dendam kepada Jessica.
"Setelah saya ambil USB (rekaman CCTV) kemudian saya serahkan ke Polda, wah baru terungkap, di situ saya nafsu dah tuh. Saya bergerak sendiri, karena jiwa polisi saya juga ada, mertua saya polisi kan," tutur dia.
"Jadi saya tahu nih bahwa gini nih, jadi sudah harus main hukum. Jadi kita buktikan di hukum. Tapi timbulnya scientific, bukan kasar kaya misalnya main tusuk gitu. Jadi oom enggak bisa main kasar, ini negara hukum," sambung Darmawan.
Antrean Sidang
Dengan ditolaknya eksepsi oleh majelis hakim PN Jakarta Pusat, perkara pembunuhan tetap berlanjut. Pada sidang selanjutnya, majelis hakim meminta dihadirkan saksi untuk mengungkap fakta-fakta dan kesaksiannya.
Darmawan menyebutkan, akan ada banyak saksi yang bisa dihadirkan untuk membuktikan Jessica bersalah. Bahkan, saking banyaknya para saksi harus mengantre menunggu gilirannya bersaksi di hadapan majelis hakim.
"Insya Allah semua saksi banyak bener itu, ngantre," kata dia.
Di antara saksi yang akan dihadirkan adalah Sri yang merupakan waiters di Cafe Olivier, Grand Indonesia, Jakarta Pusat. Dia diduga mengetahui adanya keanehan di es kopi Vietnam yang dipesankan Jessica untuk Mirna.
"Dia bilang, 'saya lihat kok airnya aneh, kayak kunyit. Enggak ada kopi Vietnam kayak gini. Makanya saya bilang tuker saja deh, gratis mau ditukar," ucap Darmawan, menirukan keterangan saksi.
Namun tawaran pelayan itu, kata Darmawan, mendapat penolakan dari Jessica. Diduga saat itu es kopi telah dicampur racun sianida.
"(Jessica bilang), 'jangan ini buat surprise teman saya'. Nah, ini udah niat kan tuh? Kemudian dia nyatakan tidak pegang kan tuh gelas ya, kan dia bilang begitu," tutur dia.
Jessica disebut-sebut banyak berbohong, baik saat wawancara di media massa maupun pemeriksaan penyidik. Namun Darmawan tak ambil pusing, karena keterangan Jessica akan dibantah oleh saksi-saksi di persidangan nanti.
"Saya enggak berani ngomong jelasnya, detailnya, karena itu bagian jaksa sama (saksi) ahli ITE (informasi dan transaksi elektronik)," pungkas Darmawan.
**Ingin mendapatkan informasi terbaru tentang Ramadan, bisa dibaca di sini.
Advertisement