Cerita Ali Imron 'Dikerjai' Jadi Teroris Bom Bali

Kisah itu berawal dari Ali Ghufron alias Mukhlas yang pergi ke Afghanistan selama enam tahun pada 1984 hingga 1990.

oleh Nanda Perdana Putra diperbarui 29 Jun 2016, 06:03 WIB
Terpidana seumur hidup teroris Bom Bali I Ali Imron.

Liputan6.com, Jakarta - Terpidana seumur hidup mantan teroris Bom Bali I Ali Imron menceritakan pengalaman hingga menjadi bomber di Pulau Dewata. Perjalanan masa lalu kelam yang kini membawanya ke balik jeruji besi itu dengan lugas disampaikan kepada jemaah kajian Ramadan di Masjid Al Fataa, Menteng, Jakarta Pusat. 

Berawal dari Ali Ghufron alias Mukhlas yang pergi ke Afghanistan selama enam tahun pada 1984 hingga 1990. Kembali ke Tanah Air, dia dibekali sejumlah uang oleh Osama bin Laden untuk menjalankan aksi jihad di Asia, khususnya di Indonesia.

"Pesan Osama bin Laden dari Mukhlas saya dengar sendiri," tutur Ali di Masjid Al Fataa, Jalan Menteng Raya, Kebon Sirih, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (28/6/2016).

Setelah sejumlah perekrutan eksekutor bom, Ali kemudian bersama dengan sang kakak yakni Amrozi, melakukan perjalanan ke Solo untuk menggelar teknis pembagian tugas. Di lokasi sudah ada Mukhlas, Imam Samudera, dan rekan lainnya yang menunggu.

Hasil pertemuan itu menetapkan Bali sebagai lokasi peledakan bom. Hati kecil Ali yang tergelitik pun akhirnya menuntun dia mempertanyakan alasan dari aksi heroik yang menurutnya janggal.

"Mereka bilang mau membalas Amerika dan sekutunya karena menyerang Afghanistan. Sudah saya protes kenapa serang bule di Bali? Disana kan (Afghanistan) yang nyerang tentara. Apa hubungannya? Kemudian saya tanya apakah semua Jamaah Islamiah sudah setuju semua dengan rencana ini?," beber dia.

Sedikit keras, Ali mendapat jawaban dari Mukhlas. Dengan lantang saudaranya itu mengatakan bahwa semua itu adalah tanggung jawabnya.

Masuk ke rencana awal, ada tiga jenis bom yang akan diledakan. Pertama, bom mobil yang dirakit dengan bobot mencapai satu ton. kemudian bom motor yang memiliki berat 50 kilogram. Terakhir bom rompi.


Imam Samudera Jadi Pemimpin

Imam Samudera pun diangkat sebagai pimpinan lapangan. Dia rencanakan 11 September pengeboman, untuk memperingati setahun WTC. "Kami pertemuan itu pertengahan Agustus. Rencana 11 September. Gak ada satu bulan. (Tapi) tetep ngotot Imam Samudera," terang Ali.

Karena penetapan waktu yang tergolong mepet, Amrozi yang ditugaskan membeli mobil pun jengkel. Mobil yang seharusnya dibeli di tempat yang jauh dan dengan identitas palsu, tidak digubrisnya dan akhirnya seenaknya memesan ke makelar yang juga merupakan teman mereka.

"Kita ketangkep itu gara-gara mobil itu juga," ujar dia.

Ali melanjutkan, pada 8 September 2002, mereka akhirnya bertolak ke Denpasar. Masalah muncul lagi, rencana yang tergesa-gesa itu kembali menuntun dia untuk kembali turut andil dalam eksekusi selanjutnya.

"Harusnya Imam Samudera dan Dulmatin yang di TKP duluan. Jadi diubah ajak saya. Padahal saya hanya disuruh bantu Amrozi (cari mobil)," tukas dia.

Akhirnya Ali pun ketiban kerjaan lagi. Tiba di Bali, dia menjadi pencari lokasi peledakan. Bergegas untuk mensurvei kawasan Kute, mana diskotek yang paling banyak turis asing alias bule.

Dia pun menetapkan sebuah klub malam di Jalan Legian bernama Sari Club. Imam Samudera setuju pilihannya.

Tanggal 8 sampai 16 September, mereka baru mulai mengirim bahan peledak dari Jawa menuju Denpasar. Terkumpul 1 ton lebih, tanggal 17 hingga 20 September mulailah peracikan bom. Mobil dari Lamongan juga di bawa ke Bali dan bom pun dirakit.


Eksekusi Ngaret

Masuk tanggal eksekusi yang akhirnya ngaret sampai 12 Oktober, lagi-lagi muncul masalah aneh namun lucu. Eksekutor yang dianggap siap kehilangan nyawa, malah kagok mengoperasikan bom aktif siap jalan.

"Ternyata saat mau eksekusi yang mau bunuh diri pada belum lancar. Yang setir mobil belum lancar. Naik motor juga belum lancar. Yang lancar yang rompi aja karena jalan. Disitu mulai konslet," kenang Ali sambil sedikit tertawa.

Rencana diubah sesuai kebijakan akhir. Bom motor yang dimaksudkan akan mengantam kantor konsulat Amerika, diubah menjadi bom tas jinjing berbobot 6 kg TNT. "Menandakan bom di Bali itu Amerika yang kami tuju. Rompi dan mobil dijalan legian," ujar dia.

Sementara bom mobil tidak berubah. Ali kembali "dikerjai" dengan mengantar eksekutor yang belum pandai menyetir mobil, beserta pemakai bom rompi ke lokasi peledakan.

"Yang nyetir mobil siap tapi harus saya antar. Karena belum lancar. Kalau jalan lurus saja dia bisa masuk gigi satu. Akhirnya dari Pulau Menjangan sampai Kute 11 kilo saya yang bawa. Sampai di Jalan Legian 100 meter saya serahkan ke yang mau bunuh diri. Detonator saya urus juga," jelas dia.

Sampai di TKP, Ali dijemput oleh rekan lainnya dengan sepeda motor. Tidak lupa juga dia ledakkan bom tas jinjing di konsulat Amerika, menggunakan handphone sebagai pengendali jarak jauh atau remot.

"Semenit kemudian ada ledakan besar. Itulah bom mobil," kata Ali.

Bagi dia, keseluruhan aksi dalam Bom Bali I tahun 2002 silam sangat jelas satu per satu melibatkan dirinya. Mulai dari perencanaan, meracik hingga pemasangan detonator bom, mengajarkan dan mengantar eksekutor bunuh diri, juga peledakan di konsulat Amerika.

"Ini kalau ada pahalanya, saya yang paling banyak dapat pahala," seloroh Ali.

**Ingin mendapatkan informasi terbaru tentang Ramadan, bisa dibaca di sini.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya