Cukai dari Tembakau Bisa Cegah Defisit APBN Kian Melebar

Iindustri tembakau memberi kontribusi perpajakan terbesar yakni 52,7 persen dibanding dengan sektor lain.

oleh Septian Deny diperbarui 30 Jun 2016, 09:29 WIB
RUU Pertembakauan

Liputan6.com, Jakarta - Panitia Kerja (Panja) DPR RI masih terus menggodok Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertembakauan. RUU tersebut dinilai penting untuk mengendalikan dan memperkuat sektor pertembakauan yang selama ini menjadi andalan bagi penerimaan negara melalui cukai sekaligus menghindari defisit anggaran pemerintah yang lebih besar.

Ketua Panja RUU Pertembakauan Firman Subagyo mengatakan, dalam APBNP 2016 yang baru saja disahkan DPR, telah disepakati besaran defisit Rp 296,7 triliun atau 2,35 persen dari PDB. Besaran defisit ini lebih tinggi dari APBN 2016 yang sebesar 2,15 persen dari PDB.

Selama ini pertembakauan secara menyeluruh telah menyerap 30,5 juta tenaga kerja. Angka tersebut terhitung mulai dari petani di kebun, buruh di pabrik hingga ke pedagang kecil. Penerimaan cukai hasil tembakau pada APBNP 2016 pun ditargetkan mencapai Rp 141,7 triliun.

"Jika produktivitas industri tembakau menurun, maka akan defisit anggaran semakin besar dan diperlukan sumber pendapatan alternatif lainnya. Karena itu, tidak berlebihan pula kalau itu kemudian dikuatkan dengan regulasi yang lebih tinggi yaitu Undang-Undang," ujar dia di Jakarta, Kamis (30/6/2016).

Selain itu, industri tembakau memberi kontribusi perpajakan terbesar yakni 52,7 persen dibanding dengan sektor lain seperti BUMN sebesar 8,5 persen, real estate dan kontruksi 15,7 persen, maupun kesehatan dan farmasi sebesar 0,9 persen.

Menurut Firman, RUU Pertembakauan juga merupakan aspirasi dan kebutuhan hukum berbagai pemangku kepentingan. Adanya aturan ini akan dapat memperbaiki regulasi dari berbagai aspek, seperti, pengelolaan tembakau baik dari sisi budidaya, kepentingan petani, produksi, tata niaga, penerimaan negara, ketenagakerjaan, maupun aspek kesehatan.

"Pertembakauan dari mulai budidaya, pengolahan produksi, tata niaga, distribusi, dan pembangunan industri hasil tembakaunya mempunyai peran penting dalam menggerakkan ekonomi nasional dan mempunyai multieffect yang sangat luas," kata dia.

Firman menepis tudingan yang menyatakan adanya kepentingan industri rokok dibalik pembahasan RUU Pertembakauan ini. Dirinya juga menjamin adanya RUU ini bukan untuk menjauhkan Indonesia dari upaya ratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC).

"FCTC bicara soal kesehatan pada kulit muka, namun bicara soal penyeragaman pada intinya. Produk tembakau harus diseragamkan, sesuai dengan produk internasional (rokok putih). Tidak akan ada lagi kretek, yang khas Indonesia. Jika demikian, RUU Pertembakauan akan melindungi produk khas dalam negeri," ungkap dia.

Dia menyatakan Indonesia tidak perlu terburu-buru meratifikasi FCTC. Pasalnya, Amerika Serikat yang notabene inisiator lahirnya FCTC sekaligus lokasi WHO bermarkas, hingga kini juga belum meratifikasi dan mengaksesi FCTC.

Firman yang juga Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI mengatakan RUU Pertembakauan masuk dalam Prolegnas Prioritas 2015 dan 2016. Baleg juga telah cukup mendapatkan masukan dari berbagai pihak, seperti Komnas Pengendalian Tembakau, pelaku usaha pabrik, kelompok tani, serta kepala daerah.

Oleh sebab itu dirinya menjamin RUU tersebut berlandaskan rasa keadilan dan bertujuan untuk melindungi para petani tembakau. "Yang jelas UU ini tidak ada keberpihakan kepada kepentingan pengusaha, tapi mengatur hulu dan hilirnya pertembakauan di Indonesia," tandas dia.(Dny/Nrm)

**Ingin mendapatkan informasi terbaru tentang Ramadan, bisa dibaca di sini.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya