Liputan6.com, Shanghai - Nilai US$ 1,3 triliun yang dihasilkan industri mobile Asia Pasifik pada tahun lalu diprediksi akan meningkat menjadi US$ 1,7 triliun pada 2020.
Pasalnya, Asia Pasifik terus mendapat keuntungan dari berbagai peningkatan dalam hal produktivitas dan efisiensi yang dimungkinkan oleh peningkatan layanan mobile dan adopsi teknologi baru seperti machine-to-machine (M2M).
Bukan hanya itu, ekosistem mobile di Asia mendukung sekitar 15 juta pekerjaan pada 2015. Ini termasuk pekerjaan yang memang ada di ekosistem mobile secara langsung dan pekerjaan yang didukung secara tidak langsung oleh aktivitas ekonomis yang dihasilkan oleh sektor tersebut.
Baca Juga
Advertisement
Perlu diketahui, selain berdampak terhadap ekonomi dan pasar tenaga kerja, sektor mobile juga memiliki andil besar atas pendanaan sektor publik. Pada tahun lalu di Asia Pasifik sekitar US$ 111 miliar dana dihasilkan melalui pajak umum.
Industri mobile Asia juga memainkan peran penting dalam menyampaikan inklusi digital dan mengatasi kesenjangan digital.
Merujuk pada laporan GSM Association (GSMA) yang dipaparkan di gelaran Mobile World Congress Shanghai 2016, Rabu (29/6/2016), pada akhir tahun lalu, 1,8 miliar orang di kawasan Asia Pasifik mengakses internet melalui perangkat mobile. Angka ini setara dengan 45 persen populasi.
Diperkirakan, akan ada 800 miliar orang Asia Pasifik lainnya yang terhubung ke internet mobile per 2020. Angka tersebut pada saat itu diduga setara dengan 63 persen populasi.
Imbasnya, mobile menjadi suatu platform yang memungkinkan identitas digital, inklusi keuangan, dan berbagai layanan sosial yang membantu meraih Tujuan Pembangunan Berkelanjutan Perserikatan Bangsa-Bangsa.
"Mobile adalah alat utama untuk memperluas konektivitas dan akses internet ke seluruh pelosok Asia, yang menyajikan segudang manfaat ekonomi dan sosial," tutur Mats Granryd, Direktur Umum GSMA.
Akan tetapi, menurut Granryd, masih ada sejumlah pekerjaan yang harus diselesaikan. Industri mobile harus bekerja sama dengan pemerintah dan pemain lainnya di ekosistem ini untuk mengatasi hambatan utama terhadap inklusi digital di Asia Pasifik, seperti ketiadaan konten relevan secara lokal, keterjangkauan, dan ketiadaan keterampilan digital.
(Why/Cas)