Liputan6.com, Jakarta - Penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri telah mengamankan 17 tersangka atas kasus dugaan vaksin palsu. Tetapi, bayi dan balita yang terlanjur menerima vaksin palsu belum ditemukan.
Satgas penanganan vaksin palsu yang dibentuk Bareskrim Polri, Kementerian Kesehatan serta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) masih berupaya menemukan korban dari vaksin palsu ini. Berbagai macam cara sudah dilakukan, mulai dari memeriksa rumah sakit dan klinik di sejumlah daerah yang terindikasi penyebaran vaksin palsu.
"Satgas masih menelusurinya dari berbagai sisi ya," ujar Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Boy Rafli Amar, kepada Liputan6.com, Jakarta, Kamis 30 Juni 2016.
Hal yang sama juga diungkapkan Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri, Brigjen Pol Agung Setya. Dia mengatakan bayi bisa lahir dan mendapatkan vaksin di klinik, rumah sakit atau bidan.
Memang, kata dia, tak mudah mencari bayi dan balita korban vaksin palsu ini. Terlebih, hingga kini pihaknya belum menerima laporan dari masyarakat terkait efek samping penggunaan vaksin palsu.
Advertisement
Petugas pun mencari cara guna menemukan korban. Salah satunya akan mengidentifikasi dari para pelaku.
"Kami akan identifikasi saat itu bidannya seperti apa sehingga bisa dilihat vaksin palsu itu terdistribusi di mana. Kalau itu ada di tempat klinik dia, kami akan mencari sampai di mana. Kami lihat apakah dia tahu palsu apa enggak," kata Agung di Bareskrim Polri, Jakarta, Rabu 29 Juni 2016.
Satgas juga merunut mata rantai distribusi vaksin palsu. Polisi berharap menemukan identitas bayi-bayi yang mendapatkan vaksin palsu dari sini.
"Kami mulai dari tempat produksinya, distributornya, kemudian mengalir ke klinik dan apotek, dan kami lihat ke mana didistribusikan apakah ke bidan atau perawat. Dari situ kai akan memastikan tanggal dan kemudian memastikan kepada siapa tindakan pada tanggal tersebut oleh perawat," ucap Agung.
Segera Lapor
Dirjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Maura Linda Sitanggang, meminta kepada masyarakat untuk segera melapor ke balai kesehatan milik pemerintah bilamana ada bayi atau balita yang terindikasi menerima vaksin palsu.
"Jadi kalau sesudah itu jadi enggak sehat, disarankan ibu-ibu lapor," ucap Linda di Bareskrim Polri, Rabu 29 Juni 2016.
Kemenkes, sambung dia, berjanji memberikan vaksin ulang gratis kepada korban.
"Orangtua yang ragu-ragu di luar sana silakan menghubungi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI)," ucap Linda.
Efek Samping
Efek samping penggunaan vaksin palsu memang tidak bisa langsung terlihat. Beda halnya bila mengonsumsi obat palsu, tubuh biasanya langsung bereaksi.
Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Aman Bhakti Pulungan, mengatakan tidak ada efek samping yang membahayakan bila bayi terlanjur tersuntik vaksin palsu.
"Tidak ada efek samping. Ini bukan seperti obat. Jadi kalau ada antibodi sampai level tertentu, dia tidak akan memberikan efek jelek sama anak. Kalau kurang, malah bahaya," ungkap Aman di Bareskrim Polri.
Biasanya, tutur dia, ada fase yang disebut kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI). Di mana pada fase ini akan terjadi efek dari penggunaan vaksin.
"Jadi kalau terjadi hal-hal yang berbahaya dan mengkhawatirkan itu langsung keliatan," ucap Aman.
Pada satu sisi, Aman mengaku tak mudah mengidentifikasi anak balita yang diberi vaksin palsu. Sebab, tak ada gejala khusus, baik jangka pendek maupun jangka panjang.
Bila ditemukan ada gejala demam pasca-imunisasi, tak lantas bisa disimpulkan sebagai akibat pemberian vaksin palsu. Itu lantaran, umumnya balita mengalami demam setelah diberi vaksin asli.
"Jadi dampaknya lebih karena ketidaksterilan alat, bukan vaksin palsunya," ungkap Aman.
Aman menyarankan agar balita diberi vaksin ulang bila diketahui kerap terserang penyakit. "Pemberian vaksin tergantung kebutuhan, tidak bisa semua langsung diberikan secara bersamaan," tandas dia.
**Ingin mendapatkan informasi terbaru tentang Ramadan, bisa dibaca di sini.
Advertisement