KPAI : Mudik Tak untuk Foya-foya, Harus Ramah Anak

Komisi Perlindungan Anak Indonesia mengampanyekan sekaligus meminta seluruh pihak untuk memastikan penyelenggaraan mudik ramah pada anak

oleh Liputan6 diperbarui 01 Jul 2016, 17:25 WIB
Seorang pendongeng yang tergabung dalam GePPUK menghibur pemudik anak-anak di Pelabuhan Tanjung Priuk, Jakarta, Kamis (30/6). Aksi pendongeng tersebut bertujuan untuk menghibur anak yang turut mudik. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Komisi Perlindungan Anak Indonesia mengampanyekan sekaligus meminta seluruh pihak untuk memastikan penyelenggaraan mudik ramah pada anak dengan menjamin pemenuhan hak-hak dasar anak.

"KPAI mengampanyekan Mudik Ramah Anak, yaitu memastikan proses mudik dengan menjamin pemenuhan hak-hak dasar anak, seperti hak dasar kesehatan, hak dasar agama, yang sesuai dengan tujuan mudik untuk bersilaturahim," kata Ketua KPAI Asrorun Niam di kantor KPAI, Jakarta.

Mudik Ramah Anak, lanjut dia, juga harus memastikan perlindungan dari potensi eksploitasi kekerasan yang membahayakan nyawa anak. Seluruh elemen harus bertanggung jawab dalam memastikan mudik ramah anak, mulai dari aspek transportasi sampai wisata dan rekreasi.

Pria yang juga biasa dipanggil Kak Niam tersebut meminta seluruh pihak, mulai dari orang tua hingga pemerintah harus memiliki komitmen yang sama dalam memastikan penyelenggaraan mudik Lebaran yang ramah anak.

Niam mengatakan orang tua harus membangun pandangan bahwa mudik tidak sekadar foya-foya yang kemudian menghalalkan segara cara agar bisa pulang ke kampung halaman.

"Keselamatan dan kesehatan anak jadi prioritas. Ketika terjadi benturan keinginan mudik dengan keselamatan anak, maka harus didahulukan keselamatan anak," ujar dia.

Selain dalam perjalanan, lanjut dia, orang tua juga harus memperhatikan aspek keselamatan dan keamanan dalam berekreasi dengan meningkatkan pengawasan terhadap anak.

Sementara dari pemerintah harus memiliki perspektif perlindungan anak dalam mengeluarkan kebijakan terkait penyelenggaraan mudik Lebaran.

"Misalnya di sektor transportasi ada tempat khusus anak di stasiun dan terminal, seperti ruang tunggu anak dengan 'playground'. Atau ada alternatif tempat menunggu dengan keterlibatan masyarakat, seperti komunitas pendongeng juga bisa dioptimalkan," kata dia.

Selain itu juga diharapkan adanya rest area atau tempat-tempat pemberhentian untuk istirahat yang menyediakan layanan dasar anak dan berbagai permainan.

"Artinya infrastruktur yang disiapkan tidak hanya bersifat fisik, tapi juga karakter dan penjiwaan anak," kata Niam.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya