Liputan6.com, Kairo - Potret manusia dilukis di atas panel kayu penutup kepala mumi alias mayat yang diawetkan dari tahun 150 Masehi. Wajah mereka sangat 'modern', seperti orang Yunani dan Romawi, dan bukan Mesir kuno.
Kala itu, Mesir memang menjadi bagian kekaisaran Romawi.
Panel-panel tersebut -- yang dihibahkan untuk Museum Manchester oleh pengusaha kapas Jesse Haworth pada 1921 -- dinamakan sesuai dengan tempat penemuannya: Potret Fayum.
Tak hanya menjadi 'jendela' ke masa lalu sejarah Mesir. Ternyata, ada petunjuk lain yang tersembunyi di balik tatapan mata para mendiang.
Seniman pada zaman itu terbukti sangat berbakat. Sapuan kuas mereka bahkan merekam mata dengan persis, hingga menguak penyakit yang diderita objeknya.
Penggunaan cat putih di mata orang-orang yang mereka lukis ternyata petunjuk penyakit saraf.
Sebuah penelitian ilmiah yang O. Appenzeller, J. M. Stevens, R. Kruszynski, dan S. Walker membuktikan bahwa Potret Fayum memuat banyak informasi.
Advertisement
Mereka memeriksa 200 lukisan atau potret berwarna. Kemudian, para peneliti menggunakan metode clinical paleoneurology, yang digunakan dalam penelitian mengenai forensik arkeologi.
Para ahli lalu mengamati 32 tengkorak yang diekskavasi di Hawara dengan potret yang ada pada panel penutup peti mati mereka.
Dengan menganalisa goresan cat putih pada mata mendiang, para ahli menemukan bahwa sejumlah mendiang diduga kuat mengidap penyakit epilepsi fokal, migrain hemiplegia, dan disfungsi sistem saraf otonom.
Eksaminasi terhadap para mumi kemudian mengonfirmasi bahwa setidaknya dua dari para mendiang mengalami sindroma Parry-Romberg atau penyakit di mana setengah wajah penderita menua.
Kemudian, tiga dari mereka menderita deviasi sumbu visual (tropia), dan satu dari mereka memiliki pupil yang berbentuk oval (corectopia).
Potret Fayum adalah lukisan terakhir mendiang -- yang sengaja dibuat saat masih hidup atau dilukis cepat-cepat saat menjelang ajal.
Diyakini, potret tersebut menjadi semacam 'tiket' menuju kehidupan akhirat yang didambakan.
Kala itu diyakini, wajah yang terlukis dalam potret akan menjadi rupa mereka di kehidupan mendatang. Itu mengapa, lukisan dibuat seindah mungkin dan glamor -- dan biasanya objeknya dari kalangan atas.
Apapun, lukisan wajah para mendiang menjadi sumber berharga untuk menguak soal kehidupan juga kematian pada era Mesir Kuno.
Perempuan Cantik dari Masa Lalu
Kisah Penemuan
Banyak lukisan yang paling awal yang diketahui ditemukan pada tahun 1887 oleh seorang peneliti Inggris yang terkenal - William Flinders Petrie.
Petrie sedang mencari pintu masuk ke piramida Firaun Amenemhat III. Alih-alih struktur lancip, ia justru menemukan sebuah pemakaman Romawi besar.
Ketika arkeolog mulai membersihkan mumi, ia menemukan potret orang yang meninggal berabad-abad sebelumnya.
Petrie merasa takjub. "Salah satunya adalah lukisan indah kepala seorang perempuan, yang dilukis dengan tinta abu-abu lembut -- klasik dalam gaya dan modenya," kata dia seperti dikutip dari situs Ancient Origins, Jumat (1/7/2016).
Jumlah mumi, yang ditemukan lengkap dengan potret mereka, sungguh mengesankan. Ada sekitar 900 buah -- yang kini menjadi koleksi sejumlah museum di dunia.
Analisis terhadap potret dan mumi memungkinkan para peneliti menguak kisah tentang orang-orang biasa yang hidup berabad-abad yang lalu.
Meski proses mumifikasi yang dilakukan pada masa itu tak sesempurna ribuan tahun lalu, namun, pasir gurun yang terik mengawetkan jasad-jasad mendiang, sekaligus lukisan dalam penutup peti mereka.
Rincian yang ditampilkan oleh pelukis juga memungkinkan peneliti untuk menguak banyak hal tentang pakaian, gaya rambut, dan mode perhiasan yang populer pada masa itu.
Namun, penguburan dengan cara itu berakhir dengan munculnya agama Kristen.
Advertisement