Liputan6.com, Manila - Sebanyak 30 pengedar obat bius tewas setelah Rodrigo Duterte disumpah jadi Presiden. Angka itu diumumkan polisi karena selain berhasil melumpuhkan pengedar, mereka juga menyita narkoba sebesar US$ 20 juta, atau Rp 262,7 miliar.
Namun, aksi 'heroik' polisi membuat aktivis HAM marah. Demikian dilansir dari The Guardian, Selasa (5/7/2016).
Advertisement
Duterte memenangkan pemilu pada Mei lalu dengan janji akan melibas para kriminal. Namun caranya adalah menyuburkan main hakim sendiri.
Kepala polisi Manila, Oscar Albayalde, mengatakan 5 pengedar narkoba pada Minggu 3 Juli lalu dalam sebuah aksi tembak di dekat istana presiden.
"Anggota saya rencanakan menangkap mereka, namun pihak sana yang meletuskan senjatanya terlebih dahulu," kata Albayalde.
Dalam aksi itu, ditemukan 4 senjata dan 200 gram kristal methamphetamine. Adapun 3 orang lainnya tewas di seputaran Manila di hari yang sama dan 22 kehilangan nyawa di 4 kota di luar ibukota.
Lebih dari 100 orang telah tewas -- kebanyakan dari mereka adalah pengedar narkoba, pemerkosa, dan pencuri mobil-- semenjak pemilu 9 Mei lalu.
Edre Olalia, sekertaris jenderal National Union of People's Lawyer, mengatakan pembunuhan cara seperti itu harus dihentikan.
"Peredaran obat bius jelas harus dihentikan, hanya caranya saja seperti eksekusi itu harus dihentikan," ujar Olalia dalam pernyataannya.
Sementara itu di utara Pulau Luzon, otoritas keamanan dan polisi menyita lebih dari 180 kg shabu, berharga US$ 19juta yang berasal dari China atau Taiwan.
Kapal itu dibongkar di tengah laut dan kemudian dibawa ke daratan dengan kapal kecil.