Ancaman Longsor Susulan Bayangi Lebaran Warga Watuagung Banyumas

Relokasi warga Watuagung, Banyumas, harga mati.

oleh Aris Andrianto diperbarui 05 Jul 2016, 13:02 WIB
Lokasi rawan longsor tertinggi berlokasi di Grumbul Plandi, kawasan teratas dari Desa Watuagung, Banyumas. (Liputan6.com/Aris Andrianto)

Liputan6.com, Banyumas - Pariyem, warga Dukuh Plandi, Desa Watuagung Tambak, Banyumas, pada Minggu malam, 3 Juli 2016, melahirkan anak ketiganya. Wajahnya berseri karena putri mungilnya lahir dengan selamat dengan berat badan 3 kg.

"Kekhawatiran saya akan longsor susulan sedikit hilang karena bayi saya sudah lahir," ujar Pariyem kepada Liputan6.com, Selasa (5/7/2016).

Sementara itu, Mbah Reben (80) trauma karena rumahnya tertimbun longsor. HB darahnya terus turun hingga mencapai angka 2,6. Ia tak mau makan sehingga tubuhnya lemas.

Pariyem dan Mbah Reben harus dibawa ke Puskesmas menggunakan sepeda motor. Hal itu disebabkan akses jalan utama desa rusak akibat longsor besar melanda desa itu pada pertengahan bulan lalu. Dengan kondisi tersebut, desa yang letaknya dipisahkan perbukitan semakin terisolasi.

Dosen Teknik Geologi Unsoed, Fadlin, mengatakan daerah Watuagung memiliki kemiringan lereng yang sangat curam. Kerawanan diperparah dengan kondisi tanah yang labil di daerah itu.

Ia menerangkan, batuan yang sudah mengalami perubahan secara hidrotermal maupun secara pelapukan permukaan menghasilkan tanah lempung sebagai bidang gelincir ditambah struktur geologi berupa rekahan yang cukup intensif di lokasi akan mengganggu kestabilan tanah.

Ia mengatakan, secara umum, curah hujan di Jawa Tengah selatan masih cukup tinggi. Hujan lebat itu bisa memicu terjadinya gerakan tanah atau longsor. Karena itu, relokasi warga Watuagung merupakan harga mati.

"Setelah melakukan penelitian di lokasi longsor, secara lugas saya katakan bahwa pilihan yang tepat untuk daerah itu adalah relokasi," kata Fadlin.

"Tinggal menunggu pemicu baik berupa iklim (curah hujan) maupun faktor pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan peruntukannya," sambung dia.

Ia mengatakan, jika satu zona itu dikatakan levelnya sangat rawan, itu berarti kontrol geologi cukup kompleks, dan terkadang dengan intensitas hujan ringan pun dapat terjadi gerakan tanah.

"Sehingga kita tidak bisa memastikan hanya intensitas hujan tinggi saja yang menjadi pengontrol. Sekali lagi saya lebih sepakat relokasi ke daerah yang relatif aman," kata dia menegaskan.


Potensi Longsor Tinggi

Jalan utama Desa Watuagung rusak akibat longsor yang menerjang kawasan tersebut pada pertengahan Juni 2016 lalu. (Liputan6.com/Aris Andrianto)

Prakirawan BMKG Cilacap, Teguh Wardoyo mengatakan, potensi hujan masih akan terjadi hingga September. "Suhu permukaan air laut meningkat di selatan Jawa sehingga uap air dari Afrika bergerak ke Indonesia," kata dia.

Koordinator Banyumas Crisis Center, Dhani Armanto mengatakan, bahaya longsor Tambak masih belum berakhir. "Berdasarkan pantauan dan pemetaan kami di Grumbul Plandi selama sepekan terakhir, masih ada 14 titik yang rawan longsor," kata Dhani.

Grumbul Plandi merupakan grumbul paling atas dari Desa Watuagung. Ada tiga sungai yang melintas di grumbul ini dan mengalir ke Sungai Tambak. Sungai Tambak inilah yang mengalir hingga jauh melewati Kecamatan Tambak.

Grumbul Plandi berada di lembah yang dikelilingi perbukitan Mahameru. Bentuknya seperti tapal kuda dengan Grumbul Plandi berada di tengahnya.

Di sisi tenggara, ada longsoran besar yang menerjang grumbul dan masih berpotensi longsor kembali. Sedangkan di barat laut, ada tujuh titik di puncak bukit yang sudah longsor. Sedangkan di sisi utara, tanah bergerak seluas lima hektare.

"Kami memang memprioritaskan pemetaan Grumbul Plandi, sebab jika Plandi longsor, lumpur dan air akan masuk ke Sungai Tambak dan menerjang hingga daerah bawah," kata Dhani.

Ia berharap pemerintah, khususnya BPBD Banyumas, tidak hanya berorientasi pada pemulihan akses jalan dan transportasi. Menurut dia, dampak ikutan ke depan juga harus diperhatikan oleh pemerintah.

"Pemerintah harus melakukan penanganan berbasis kawasan," ujar dia.

Dhani menambahkan, BPBD selama ini hanya berorientasi pada korban tapi bukan pada konteks bencana secara luas. Termasuk respon isu soal ibu hamil di Grumbul Plandi. Bukannya membawa dokter spesialis kandungan, tapi malah merespon isu tentang HPL ibu hamil.

"Seharusnya intensif melakukan pendampingan terhadap ibu hamil apalagi ini di daerah bencana, bukan malah reaktif terhadap isu," kata dia.

Wakil Bupati Banyumas, Budhi Setiawan, mengatakan pemerintah sudah bergerak sejak hari pertama bencana. "Tapi kalau masih dirasa ada yang kurang, kami mohon maaf," ucap Budhi.

Ia mengatakan, pemerintah akan berkoordinasi dengan Perhutani untuk melihat lokasi relokasi. Saat ini, kata dia, yang paling penting adalah menyiapkan sistem peringatan dini bagi warga saat hujan lebat.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya