Akankah Sultan Yogya dan Adik-adiknya Islah di Lebaran Tahun Ini?

Pada tahun lalu, tidak satupun adik-adik Sultan HB X datang ke acara Ngabekten yang digelar setiap 1 Syawal.

oleh Switzy Sabandar diperbarui 05 Jul 2016, 20:17 WIB
Prajurit Keraton Yogyakarta mengikuti prosesi Grebeg Syawal Keraton Yogyakarta, (29/7/2014). Grebeg Syawal merupakan perwujudan Hajat Dalem Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat untuk rakyatnya. (ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko)

Liputan6.com, Yogyakarta - Putri keempat Sultan HB X sekaligus Penghageng Tepas Tanda Yekti Kraton Ngayogyakarta, GKR Hayu mengungkapkan sejak tahun lalu rayi dalem (adik-adik Sultan) tidak datang ke acara Ngabekten yang digelar di Bangsal Kencono Kraton Ngayogyakarta setiap 1 Syawal.

"Kalau tahun ini, terserah rayi dalem mau datang atau tidak," ujar GKR Hayu dalam jumpa pers di Kraton Ngayogyakarta, Selasa (5/7/2016).

Menurut dia, ketidakhadiran adik-adik Sultan juga tidak mempengaruhi tatanan pemerintahan Kraton Ngayogyakarta karena pemerintahan sudah memiliki tatanannya sendiri melalui Sultan yang berkuasa, yakni HB X.

Prosesi Ngabekten yang digelar setiap 1 Syawal menurut perhitungan Tahun Islam Jawa Sultan Agungan ini, kata Hayu, diadakan selama dua hari pada tahun ini, yakni pada 7 dan 8 Juli. Hari pertama dilakukan Ngabekten Kakung yang dibagi dalam tiga waktu, yaitu pagi hari mulai pukul 09.00 WIB untuk para pangeran, bupati serta wali kota, dan Satuan Kerja Perangkat Daerah yang berjumlah sekitar 300 orang.

Sesi kedua dilanjutkan pada siang hari, yang ditujukan kepada para wedana berjumlah 100 orang, dan pada sesi terakhir sampai pukul 16.00 WIB diikuti 35 orang abdi dalem. Sedangkan, Ngabekten hari kedua juga dibagi dalam tiga waktu, yakni permaisuri, putri, pada pagi hari, istri wedana di siang hari, dan malam hari untuk abdi dalem.

"Ngabekten sudah berlangsung sejak Panembahan Senopati untuk memohon maaf serta menunjukkan tanda bakti dan loyalitas," ucap GKR Hayu.

Konflik internal Kraton Ngayogyakarta berlangsung sejak dikeluarkannya Sabda Raja pada tahun lalu. Ketika itu, para rayi dalem tidak setuju dengan sabda raja yang dianggap melanggar paugeran Kraton. Salah satunya mengangkat GKR Mangkubumi atau Pembayun sebagai putra mahkota.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya