Makna Ketupek dalam Tradisi Bengkulu

Menurut pemerhati sejarah Bengkulu Kaharudin Taher, ketupek merupakan gabungan kata Ketu dan Lipek.

oleh Yuliardi Hardjo Putro diperbarui 08 Jul 2016, 06:00 WIB
Pedagang kulit ketupat melayani pembeli di sekitar Pakualaman,Yogyakarta, menjelang Hari Raya Idul Fitri 1437 Hijriah, Senin (4/7). H-2 menjelang Lebaran, pedagang musiman yang menjual kulit ketupat mulai bermunculan. (Liputan6.com/Boy Harjanto)
Di Bengkulu, ada dua jenis ketupek, yaitu ketupek tino atau perempuan, dan ketupek lanang atau lelaki.

Liputan6.com, Bengkulu- Pernah dengar istilah ketupek Bengkulu? Secara bentuk, ketupek hampir sama dengan ketupat pada umumnya. Perbedaannya adalah dua jenis ketupek, yaitu ketupek tino atau perempuan, dan ketupek lanang atau lelaki.

Jika ketupek tino berbentuk segi empat biasa, ketupek lanang berbentuk seperti kepalan tangan. Karena itu, ketupek lanang sering disamakan dengan tinju.

Menurut pemerhati sejarah Bengkulu Kaharudin Taher, ketupek merupakan gabungan kata Ketu dan Lipek. Ketu berarti kebersamaan dan Lipek berarti melipat. Jika digabung, kata ketupek berarti melipat dalam kebersamaan.

"Dahulu setiap menjelang lebaran, para muda-mudi mengisi waktu akhir Ramadan dengan berkumpul sambil melipat pucuk daun kelapa menjadi ketupek," ujar Kaharudin di Bengkulu, Senin, 4 Juli 2016.

Makna ketupek juga berarti melipat dan membungkus kesalahan dalam pergaulan sehari-hari. Orang Bengkulu selalu membelah ketupek yang dimasak berbahan nasi atau ketan dengan santan kelapa dengan melintang atau berbentuk segitiga.

Artinya, seluruh kesalahan dan kekhilafan akan dibelah dan dihilangkan saat hari Raya Idul Fitri. Ketupek juga berfungsi sebagai makanan pokok pengganti nasi saat lebaran.

"Tradisi mengantar ketupek kepada keluarga yang dituakan juga menjadi simbol permohonan maaf saat lebaran," kata dia.

Makna lain dari ketupek adalah kebijaksanaan atau kewibawaan. Kebiasaan "melipek ketu" atau melipat dalam kebersamaan ini masuk ke Bengkulu seiring dengan datangnya para pedagang dari Madras (India) yang membawa budaya Timur Tengah.

Termasuk, tradisi Tabot pada abad 17 yang menghuni wilayah Kampung Keling atau kampung orang keturunan India yang terletak 200 meter dari Benteng Marlborough dan Kampung Cina.

Di kampung ini, biasanya saudagar yang dianggap paling kaya memiliki halaman rumah yang luas dan memiliki pendopo. Di rumah inilah, sang saudagar mengumpulkan anak muda untuk berkumpul membuat ketupek.

Rumah orang Ketu (katu) atau orang yang berwibawa dan bijaksana itu semua kebutuhan persiapan lebaran disediakan hingga perayaan lebaran menjadi tempat berkumpul kaum Muslim sekampung.

"Sambil bermaafan, tuan rumah menyediakan menu utama ketupek yang dibuat bersama untuk disantap secara bersama pula," kata Kaharudin Taher.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya