Liputan6.com, Jakarta - Cara berjalannya khas. Saat berlari mengejar bola, otot-otot di pahanya begitu menonjol, seperti ingin keluar. Wajahnya selalu memperlihatkan mimik serius, keras, seolah-olah ingin menghajar lawan yang mendekati dan didekatinya.
Itulah Didier Deschamps, pelatih Prancis, saat masih aktif bermain di lapangan. Posisi favoritnya di sentral lapangan tengah. Deschamps bermain di depan empat pemain belakang, sebagai tembok pertahanan pertama timnya.
Posturnya memang tak terlalu besar, hanya 169cm-76kg. Namun, kehadiran Deschamps di lini tengah selalu jadi momok bagi pemain lawan, karena naluri bertahannya yang sangat kuat.
Deschamps dikenal sebagai gelandang badak, bertenaga kuda. Dia siap melakukan "pekerjaan kotor" di lapangan: mengadang lawan, tackle keras, beradu badan, merampas bola lawan. Dia ball winner sejati. Itulah sebab, dia dijuluki "Si Pemanggul Air".
Baca Juga
Advertisement
Dengan gaya bermainnya ini, Deschamps menoreh sukses besar sebagai pemain. Bersama Marseille, dia memenangkan dua gelar liga dan Liga Champions 1992/93. Begitu juga dengan Juventus, saat dia sekali lagi memenangkan Liga Champions, musim 1995/96 plus tiga gelar scudetto.
Namun, torehan fenomenal Deschamps sebagai pemain adalah saat membawa Prancis menjuarai Piala Dunia 1998 dan Piala Eropa 2000, sebagai kapten. Tak heran dia dianggap sebagai simbol pemain Prancis tersukses, jika gelar ukurannya.
Kini, Deschamps berpeluang mencatat prestasi yang lebih fenomenal. Prancis, yang dilatihnya, selangkah lagi jadi juara Piala Eropa, ketiga kalinya setelah 1984 dan 2000. Artinya, Deschamps berpeluang mencatatkan namanya sebagai orang pertama yang membawa Prancis juara Eropa, sebagai pemain dan pelatih.
Tuah Deschamps
Tuah Deschamps memang kembali dinantikan publik sepak bola Prancis, tuan rumah Euro 2016. Bukan di tengah lapangan, melainkan dari sisi lapangan. Deschamps bukan tak tahu itu. Dia pun bermimpi bisa memberi kebahagiaan kepada rakyat Prancis dengan mengantar Les Bleus mengalahan Portugal di Stade de France, stadion keramat rakyat Prancis.
"Kami merasakan betul hasrat dan harapan rakyat Prancis terhadap tim ini," ujar Deschamps, seperti dikutip BBC. "Kami akan berusaha membuat mereka tetap bahagia. Kami ingin merayakan kebahagiaan yang sama dengan mereka."
Sebagai pelatih, Deschamp sendiri memiliki modal cukup besar. Berbagai gelar telah dimenangkannya dengan kapasitas sebagai juru taktik.
Pada 2001, tahun pertamanya sebagai pelatih, Deschamps sukses membawa Monaco ke final Liga Champions. Lalu, pada 2006, di Italia, Deschamps berhasil mengangkat kembali Juventus ke Serie A. Ketika itu, Juventus dihukum degradasi ke Serie B karena kasus Calciopoli.
Kembali ke Prancis, Deschamps kembali menoreh sukses saat mengantar Marseille memenangkan gelar dobel, pada 2009. Plus empat gelar bergengsi lainnya.
Pada Piala Dunia 2014 lalu, Deschamps memang hanya mampu mengantar Les Bleus ke perempat final. Namun, dia tetap mendapat aplaus, karena dianggap sukses menyatukan kembali timnas Prancis yang sempat terlibat banyak friksi usai tampil di Piala Eropa 2012.
Deschamps juga sosok pelatih yang tegas. Lihatlah, bagaimana dia begitu percaya diri tak memasukkan nama Karim Benzema dan Hatem Ben Arfa yang bermasalah dengan disiplin. Padahal, dua pemain ini bisa dibilang tengah berada dalam performa terbaik bersama klubnya.
Karakter dan Mental Kuat
Karakter dan Mental Kuat
Karakter dan mental yang kuat, itu juga jadi kelebihan Deschamps. Dua hal inilah yang coba dia turunkan kepada Olivier Giroud dan kawan-kawan. Tak heran, pasukan Les Bleus pun selalu tampil habis-habisan, penuh semangat juang, di lapangan.
Hal lain kelebihan Deschamps adalah membaca permainan. Tak sungkan, dia langsung mengubah strategi di lapangan, jika dianggap pola yang diterapkannya tidak berjalan sempurna.
Saat menghadapi Albania di laga pertama Grup A, pola 4-3-2-1 yang dimainkan Deschamps sama sekali tidak berfungsi. Akhirnya, di babak kedua, Deschamps memasukkan dua penyerang Antoine Griezmann dan Andre Pierre Gignac. Hasinya, dua gol mereka ciptakan.
Begitu juga saat Prancis menghadapi Republik Irlandia di babak 16 besar. Deschamps dianggap melakukan kesalahan karena memasang Blaise Matuidi yang berkaki kidal, di sisi kanan lapangan tengah.
Namun, lagi, kesalahan ini, di babak kedua dibenahi Deschamps. Dia lalu memasukkan Kingsley Coman untuk menggantikan tempat Matuidi. Sementara Matuidi dikembalikan ke sisi kiri lapangan tengah.
Kini, karakter, mental kuat, dan sensitivitas Deschamps membaca permainan akan menentukan jadi atau tidaknya Prancis berpesta di Stade de France. Namun, jikapun pesta urung digelar, percayalah, rakyat Prancis tetap akan mengenang Deschamps sebagai pemersatu sepak bola Prancis. Dialah "Si Pemanggul Air" yang punya mimpi besar.
@edukrisnadefa
Advertisement