Liputan6.com, Jakarta - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mendesak Menteri Perhubungan (Menhub) melakukan investigasi atas tragedi meninggalnya 12 pemudik, yang ditengarai akibat terjebak kemacetan parah di pintu keluar tol Brebes Timur.
Jika ada unsur kelalaian, maka operator jalan tol wajib bertanggungjawab dengan memberikan kompensasi atau uang santunan kepada keluarga korban.
Advertisement
“Tewasnya 12 orang pemudik karena macet di Brebes Timur memang harus segera diinvestigasi. Apa sih yang sebenarnya terjadi di lapangan, apakah benar karena macet atau pemudik sudah punya riwayat penyakit bawaan,” pinta Ketua Pengurus Harian YLKI Sudaryatmo saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Minggu (10/7/2016).
Menurut dia, jalan tol merupakan fasilitas publik berbayar sehingga harus memiliki standar pelayanan minimum (SPM). Operator jalan tol seharusnya menyediakan akses dalam kondisi darurat, apakah melalui pengaduan sambungan telepon (hotline), pintu keluar saat kondisi mendesak (emergency exit), tempat peristirahatan memadai, dan lainnya sehingga konsumen tidak merasa dirugikan.
“Kalau operator tidak memenuhi pelayanan ini, dan ada kesalahan dari operator, maka seharusnya ada ganti rugi dari pihak operator ke keluarga korban. Jadi semuanya harus diinvestigasi dulu,” dia menegaskan.
Sudaryatmo menilai, penanganan atau antisipasi pemerintah dalam mengatasi kemacetan di musim mudik Lebaran tahun ini gagal total. Itu terlihat dari sejumlah pemudik yang mengadukan lamanya waktu tempuh lebih panjang dibandingkan Lebaran tahun lalu untuk tujuan mudik yang sama.
“Indikator berhasil atau tidaknya pelayanan publik, khususnya jalan tol adalah waktu tempuh di pemudik. Kalau tahun lalu, jarak Jakarta-Semarang biasanya cuma ditempuh 10 jam, tapi tahun ini menjadi 16 jam bahkan 24 jam, itu berarti lebih buruk. Dan itulah yang dikeluhkan pemudik ke YLKI sehingga bisa dibilang (penanganan mudik tahun ini) gagal,” cetus dia.
Sudaryatmo berpendapat, ada beberapa hal yang menyebabkan peristiwa mudik maut terjadi tahun ini. Pertama, karena PT Waskita Toll Road, operator tol baru Pejagan-Brebes Timur kurang berpengalaman sehingga tidak sanggup mengatasi macet parah di pintu keluar Brebes Timur.
Kedua, pemudik buta informasi karena tidak adanya hotline atau pemberitahuan mengenai apapun terkait kondisi lalu lintas maupun solusinya sehingga pemudik hanya bisa pasrah saat terjebak kemacetan.
“Ketiga, rasio antara kondisi jalan, kapasitas gerbang tol, dan jumlah petugas tidak sebanding dengan jumlah trafik. Apalagi keempat, si operator tidak memiliki emergency respons atau pengelolaan darurat saat macet total. Termasuk masalah lain soal penerapan contra flow yang memperparah keadaan, sehingga kendaraan justru saling mengunci dan tidak bergerak sama sekali,” dia menjelaskan.(Fik/Nrm)