PLN Diminta Perbesar Porsi Penggunaan Gas di Pembangkit Listrik

Ketergantungan pada Solar dikhawatirkan bisa menekan neraca keuangan karena Indonesia kini berstatus sebagai pengimpor BBM.

oleh Nurmayanti diperbarui 12 Jul 2016, 16:14 WIB
Penggunaan gas untuk pembangkit sudah harus menjadi prioritas.

Liputan6.com, Jakarta - PT PLN (Persero) diminta tak lagi memakai bahan bakar minyak (BBM) jenis Solar pada proyek pembangkit listrik dan memprioritaskan penggunaan gas yang memiliki pasokan lebih melimpah, efisien, dan ramah lingkungan.

Ketergantungan pada Solar dikhawatirkan bisa menekan neraca keuangan karena Indonesia kini berstatus sebagai pengimpor BBM. 

Pengamat Energi dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) dan Peneliti Pusat Kajian Ekonomi Politik Universitas Bung Karno Salamudin Daeng mengatakan, penggunaan gas untuk pembangkit sudah harus menjadi prioritas. Ini karena dari sisi ketersediaan, pasokan gas di dalam negeri masih sangat besar. "Ketersediaan gas kita setara 1,5 juta barel per hari," ujar dia, Selasa (12/7/2016).
 
Dengan ketersediaan sebesar itu, lanjut Daeng, sudah seharusnya mayoritas mega proyek listrik sebesar 35.000 MW memakai sumber energi gas. Terkait ini, pemerintah juga harus memperjelas kebijakan soal gas dengan mengkaji ulang alokasi bagi pasar ekspor agar pasokan untuk pembangkit lebih terjamin.

Adapun pemakaian Solar pada pembangkit PLN masih sangat besar. Tahun lalu, masih mencapai 3,7 juta kilo liter dan pernah menembus 11 juta kilo liter (kl) di 2011.
 
Secara hitungan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mencatat, penggunaan gas pada pembangkit listrik ikut menurunkan biaya pokok produksi (BPP) listrik. Dengan menggunakan BBM, BPP listrik bisa mencapai Rp 2.200 per kilowatt hour (kWh).
 
Sementara dengan gas (BPP) sebesar Rp 1.300-1.400 per kWh, bahkan bisa lebih rendah lagi hingga Rp 1.200 per kWh.  Artinya, jika memilih gas untuk pembangkit, PLN bisa menghemat anggaran cukup signifikan.
 
Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebelumnya mengakui, penggunaan gas pada pembangkit listrik  berkapasitas 200 MW, bisa menghemat anggaran Rp 4 miliar per hari atau Rp 1,46 triliun per tahun. Tentu saja, bila kapasitas pembangkit lebih besar dari 200 MW, penghematan pun akan lebih signifikan.
 
PLN  tercatat berpengalaman mengkonversi pemakaian Solar menjadi gas. Seperti pada PLTU di Tambak Lorok, Jawa Tengah. Begitu PLTU ini teralirkan gas dari Blok Kepodang, PLTU ini mempu menghemat hingga Rp 2 triliun per tahun.
 
"Dengan gas, sudah pasti itu akan menghemat impor BBM. Dengan gas pula, berarti banyak yang bisa dijawab oleh pemerintah karena selama ini defisit akibat impor BBM. Dengan gas ekonomi lebih efisien," tegas dia.
 
Dalam konteks kebutuhan energi domestik di masa depan, kata Daeng, penggunaan gas untuk pembangkit listrik lebih masuk akal ketimbang terus menerus menggunakan solar. 

Agar itu bisa diterapkan, maka harus ada regulasi seperti peraturan di bawah undang-undang yang memerintahkan atau prioritas terhadap pembangkit baru untuk menggunakan gas.
 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya