Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mewaspadai tren penguatan nilai tukar rupiah terhadap beberapa mata uang lain, seperti dolar Amerika Serikat (AS) dan Euro. Sebab penguatan kurs rupiah yang tidak sesuai dengan nilai fundamental akan berimbas terhadap ekspor Indonesia.
Kepala BPS Suryamin mengatakan, perkembangan kurs rupiah di akhir Juni 2016 terhadap Mei 2016 mengalami apresiasi atas dolar AS, dolar Australia, maupun Euro. Rata-rata kurs rupiah di Juni tahun ini di level 13.179 per dolar AS, menguat 400,30 poin atau 2,95 persen.
Sementara terhadap dolar Australia, kurs rupiah mengalami apresiasi 0,57 persen atau 56,09 poin ke level Rp 9.734. Kondisi yang sama terjadi pada Euro yang melemah terhadap rupiah 14.632. Rupiah menguat atas Euro 3,58 persen atau 543,59 poin.
"Setelah ada keputusan Brexit (Inggris keluar dari Zona Euro), rupiah makin menguat terhadap Euro. Sedangkan terhadap dolar Australia, kurs rupiah di minggu I Juni sempat melemah karena dampak dari tingginya impor gandum dan daging untuk kebutuhan puasa dan Lebaran," jelas Suryamin saat Rilis Neraca Perdagangan Juni di kantor BPS, Jakarta, Jumat (15/7/2016).
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Sasmito Hadi Wibowo dalam kesempatan yang sama justru mengkhawatirkan akibat penguatan tajam rupiah terhadap dolar AS maupun Euro akan menyulitkan produk Indonesia bersaing di pasar luar negeri, karena menjadi lebih mahal.
"Masalahnya, produk ekspor kita bisa menjadi lebih mahal karena penguatan rupiah yang terlalu tajam. Karena di Eropa maupun Inggris, mata uangnya melemah. Kalau penguatan kecil sih tidak masalah," terang dia.
Imbasnya, Sasmito mengatakan, ekspor Indonesia dapat terganggu. Padahal dari data BPS, kinerja ekspor semakin membaik setiap bulan. Ekspor Juni 2016 sebesar US$ 12,92 miliar diklaim yang tertinggi sejak Juli tahun lalu. Harga-harga komoditas mulai sedikit terangkat, seperti batubara, minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO).
"Penguatan rupiah disenangi importir karena harga produk impor jadi lebih murah. Tapi buat ekspor terganggu. Jadi harus seimbang, jangan terjadi penguatan maupun pelemahan yang tajam," papar dia.
BPS Ingatkan Rupiah Jangan Terlalu Perkasa
Kurs rupiah di akhir Juni 2016 terhadap Mei 2016 mengalami apresiasi atas dolar AS, dolar Australia, maupun Euro.
diperbarui 15 Jul 2016, 14:10 WIBTeller menghitung uang rupiah di Bank Bukopin Syariah, Jakarta, Selasa (29/12). Rupiah kembali melemah, di tengah sepinya transaksi jelang libur Tahun Baru Hingga akhir pekan, pergerakan rupiah diperkirakan masih terbatas. (Liputan6.com/Angga Yuniar)
Advertisement
Advertisement
POPULER
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Berita Terbaru
Dua Mobil Baru Neta Siap Sapa Indonesia di 2025
Viral DWP 2024 Dicoreng Perilaku Dugaan Oknum Polisi, Polda Metro Jaya Masih Selidiki
Vietnam Akan Reformasi Birokrasi di Tahun 2025, Pangkas Sejumlah Kementerian
Duel Sengit Rafael Struick vs Javier Gayoso di laga Terakhir Grup B Piala AFF 2024 Indonesia vs Filipina, Jadi Ujung Tombak Skuad
Pertandingan Seru Pemain Luar Negeri Timnas Indonesia vs Filipina di Piala AFF 2024
Update Tarif Tol Jakarta Semarang, Ada Diskon 10% Selama Nataru 2024/2025
Cek Fakta: Link Pendaftaran untuk Dapatkan Modal Petani Milenial Rp 10 juta Ini Tidak Benar
Antisipasi Kepadatan Saat Mudik Nataru, ASDP Buka Tiga Pelabuhan Tambahan
Analis Bitfinex Optimistis Bitcoin Sentuh USD 200.000 pada 2025
Viral Dugaan Pungli di Air Terjun Tumpak Sewu, Ada Pengunjung yang Bayar sampai Rp150 Ribu
Wajah Lumpuh Sebelah, Stroke atau Bell's Palsy? Ini Cara Cepat Membedakannya
Tak Lagi Impor 2025, BUMN Pangan Genjot Produksi Gula