Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Direktur Legal PT Agung Podomoro Land (APL) Herjanto Widjaja dan Miarni Ang untuk menelusuri aset milik tersangka suap Raperda Reklamasi Teluk Jakarta dan TPPU Mohamad Sanusi (MSN).
Setelah menjalani pemeriksaan sebagai saksi, kedua bos PT APL itu membeberkan bahwa ada beberapa aset milik Sanusi yang masih menunggak.
"Yang belum lunas itu satu unit tanah dan bangunan dan satu satuan (unit) rumah susun di bawah PT APL," ucap Herjanto di Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Jumat 15 Juli 2016.
Herjanto menjelaskan, sejauh ini penyidik KPK hanya menyita dokumen fotokopi surat bukti pembelian yang belum dilunasi oleh Sanusi. Pihaknya menegaskan bahwa tidak ada aset Sanusi di PT APL yang disita KPK.
"Kalau yang di Residence 8, itu Agung Sedayu Grup. Sedangkan yang di Thamrin City itu memang ada di Agung Podomoro Group, bukan PT APL," terang dia.
Pihaknya mengaku keberatan jika nanti aset Sanusi yang masih menunggak itu bakal disita KPK. Sebab, kepemilikan aset-aset tersebut masih berada di bawah pihak developer. "Jelas kami keberatan dan akan memperjuangkannya (kalau disita). Karena belum lunas kok," tandas Herjanto.
Sementara itu, Miarni Ang enggan berkomentar banyak mengenai aset-aset Sanusi yang dianggap bermasalah. Ia juga enggan membeberkan berapa nilai aset tersebut.
"Tanyakan ke penyidik. Kami kan berikan data-data angsurannya, rekeningnya kami juga berikan. Semunya ada kok," ucap Miarni singkat.
Terlalu Dini
Ketua DPRD DKI Prasetyo Edi Marsudi disebut jadi eksekutor pembagian uang dari perusahaan pengembang reklamasi kepada anggota DPRD DKI lain. Isu ini jadi santer karena berdasarkan keterangan saksi dalam sidang terdakwa Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land (APL), Ariesman Widjaja.
Advertisement
Pengamat Hukum dari Universitas Mataram, Sirra Prayuna mengatakan, semua pihak sebaiknya tidak terlalu cepat menarik kesimpulan seseorang itu terlibat dalam suatu perkara. Termasuk dalam hal ini, Prasetyo.
"Jika mendengar uraian rekaman, itu kan hanya pengakuan seorang saksi," kata Sirra di Jakarta, Jumat 15 Juli 2016.
Menurut Sirra, dalam asas hukum pidana mengenal 'satu saksi, bukan saksi saja'. Jadi harus ada bukti lainnya yang dapat membuat terang suatu delik.
"Olehnya, saya kira terlalu dini untuk menarik seseorang dalam pertanggungjawaban suatu delik," ujar Sirra.
Prasetyo sendiri sebelumnya mengaku tidak mengenal Manajer Perizinan PT Agung Sedayu Group, Saiful Zuhri alias Pupung yang dihadirkan sebagai saksi dalam sidang Ariesman. Prasetyo juga mengaku tidak mengerti soal pembicaraan Pupung dalam rekaman pembicaraan yang diputar Jaksa.
Prasetyo bahkan siap jika nantinya dirinya akan dihadirkan sebagai saksi untuk dikonfrontir keterangan di muka persidangan.
"Ya pasti aku jadi saksi, aku udah pernah diperiksa KPK kok. Pasti hadir sebagai warga Republik Indonesia," ujar Prasetyo di Gedung DPRD.
Sementara itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sendiri akan menunggu persidangan Ariesman itu usai. Termasuk melihat apa pertimbangan hakim dalam mengambil putusan.
"Ditunggu saja seperti apa jalannya persidangan," ucap Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK, Priharsa Nugraha belum lama ini.