Nikmatnya Musik Surga dari Alunan Suling Gus Teja

Gus Teja, seorang maestro suling dari sebuah desa kecil di dekat Ubud-Bali membawa musik surga ke Galeri Indonesia Kaya.

oleh Unoviana Kartika Setia diperbarui 18 Jul 2016, 07:30 WIB
Musik Gus Teja

Liputan6.com, Jakarta Alunan suling berpadu alat musik seperti selonding, tingklik, kendang, gitar, dan bass gitar terdengar merdu di telinga. Meski tak memiliki lirik, lagu-lagu itu dapat mendamaikan hati dan harapannya membawa kedamaian pula di dunia.

Gus Teja, seorang maestro suling dari sebuah desa kecil di dekat Ubud-Bali bersama kelompok musiknya seakan membawakan musik dari surga ke ruangan Galeri Indonesia Kaya pada Sabtu (16/7/2016). Ia menyebutnya From Heaven to Earth, dan bertekad untuk menyebarkan perdamaian dunia dan cinta kasih lewat bahasa musik yang universal dan spiritual.

Bali dikenal sebagai pulau surga yang sudah mendunia, begitu juga dengan album-album Gus Teja yang sudah dikenal di Bali dan turis mancanegara. Musik Gus Teja adalah musik instrumental yang memadukan musik bambu dan kayu yang terinspirasi dari musik tradisi Bali.

Musik Gus Teja terasa unik karena instrumen utamanya yaitu alat musik tiup. Gus Teja tidak hanya memakai suling, tetapi juga memadukan alat-alat musik tiup dari berbagai belahan dunia, seperti, native american flute, pan flute, ocarina, quena, whistle, dan hulusi.

Penampilannya selama sekitar 2 jam di GIK pun mendapatkan sambutan luar biasa dari penonton. Bahkan sebagian besar penonton juga memberikan standing ovation.

Musik Gus Teja

Di balik kesuksesan membawa musik Bali ke mancanegara, siapa yang sangka ia tadinya hanya pembuat alat musik dari bambu dan kayu. Ia kemudian mengajar musik dari desa ke desa.

Dalam kurun waktu yang sangat lama, ia berhasil mengumpulkan uang Rp 25 juta. Ia pun mengatakan kepada keluarganya ia ingin rekaman untuk membuat album dengan uang itu. Keluarganya awalnya tidak setuju karena ia menghabiskan banyak uang untuk sesuatu yang tidak pasti.

Namun, Gus Teja yakin apa yang ia lakukan akan berhasil di kemudian hari. Ia pun tetap rekaman di Jakarta dengan band-nya dan menghasilkan 1.000 keping CD.

"Sempat bingung juga mau diapakan CD sebanyak ini. Saya membagi-bagikannya ke teman-teman saya. Ada yang menerima cuma-cuma, ada yang memberi Rp 10 ribu, Rp 20 ribu, kadang-kadang Rp 50 ribu," kata Gus Teja.

Kemudian ia menawarkannya ke hotel-hotel dan menerima banyak penolakan. Ia pun menitipkan CD nya ke toko CD. Tak disangka, perlahan CD nya laris manis dan musiknya banyak dipakai di restoran, spa, hingga rumah sakit di Bali.

Kini Gus Teja World Music telah mengumpulkan sebuah diskografi mengesankan setelah merilis 3 album dan terjual lebih dari 50.000 copy. Album Rhythm of Paradise dirilis pada akhir tahun 2009, Flutes for Love dirilis pada tahun 2011, dan Ulah Egar di tahun 2015.

Gus Teja telah menjadi identik dengan suara kontemporer Bali. Konser yang telah dilakukan Gus Teja juga sudah tak terhitung jumlahnya di berbagai event musik di Bali dan event international seperti di Malaysia dan Korea Selatan.

“Setiap alat musik tiup tersebut mempunyai karakter, warna musik, dan teknik permainan yang berbeda-beda. Saya ingin musik saya tidak hanya mewakili curahan jiwa dan kecintaan saya terhadap alam, tetapi juga ingin menyentuh lubuk hati sehingga musik yang didengar tidak hanya sampai di telinga saja, namun mampu menyentuh hati dan memberikan kedamaian. Jika di dalam diri kita sudah damai maka kasih akan lebih mudah keluar dari dalam diri,” ujar Gus Teja.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya