Spionase di Balik Pokemon Go

Perburuan Pokemon Go yang berbasis GPS dengan kamera real time menimbulkan kekhawatiran tersendiri. Isu spionase pun mencuat.

oleh Moch Harun SyahPutu Merta Surya PutraAudrey SantosoMulyono Sri HutomoPanji Prayitno diperbarui 18 Jul 2016, 00:02 WIB
Penggemar game menunjukkan aplikasi Pokemon Go di layar ponselnya, Kawasan Senayan, Jumat (15/7). Meski belum resmi diluncurkan di Indonesia, permainan Pokemon Go berbasis realitas sudah diminati banyak kalangan. (Liputan6.com/Gempur M Surya)

Liputan6.com, Jakarta - Setiap pagi, Tom Currie harus menyiapkan perbekalan makan siang dan air minum untuk aktivitasnya hari itu. Ransum tersebut bukan untuk disantap saat di kantor atau di tempat kerjanya, melainkan ia nikmati ketika berkelana ke seluruh kota Auckland, Selandia Baru.

Sudah dua bulan, Currie yang berhenti bekerja itu lebih memilih berburu aneka monster dalam game mobile Pokemon Go. Perburuan itu dianggapnya lebih menyenangkan ketimbang berkarier di sebuah kafe di daerah Hibiscus Coast kota Auckland, Selandia Baru.

"Saya telah bekerja selama enam tahun dan saya sudah mengalami kebosanan. Kini saatnya untuk istirahat. Dan Pokemon memberi saya kesempatan dan tantangan hidup," ujar Currie seperti dikutip dari laman Odditycentra, Sabtu 16 Juli 2016.

Seorang pria asal New Zealand keluar dari pekerjaannya karena ingin berburu Pokemon. Inikah yang disebut demam Pokemon Go? (Via: odditycentral.com)

Sejak dirilis di beberapa negara, gim (game) Pokemon Go sudah sangat populer. Bahkan setelah sepekan keluar beta status-nya, gim Pokemon dilaporkan telah diunduh oleh 10 juta pengguna Android berdasarkan data Google Play.

Sementara ini gim tersebut baru dirilis di lima negara. Yaitu Amerika Serikat, Australia, Selandia Baru, Inggris serta Jerman.

Namun begitu di Indonesia tak kalah heboh. Gamers langsung mengunduh aplikasi gim ini melalui APK (android application package) yang disebar di situs-situs teknologi dan gim. Mereka keranjingan bermain dan berlomba-lomba memburu para monster imut tersebut tanpa kenal tempat dan waktu.

Seperti yang terjadi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Di tengah ketegangan sidang kasus pembunuhan Mirna Salihin dengan terdakwa Jessica Wongso, Rabu 13 Juli 2016, perburuan Pokemon hampir saja terjadi.

Sang gamer mengaku menemukan monster Bulbasaur di meja tim majelis hakim. Bulbasaur merupakan pokemon jenis tumbuhan yang terbilang langka di kalangan pemain Pokemon Go.

Ilustrasi Pokemon Go 2 - Liputan6.com/Mochamad Wahyu Hidayat

Pengunjung sidang yang enggan menyebutkan namanya itu mengaku ponselnya bergetar sebagai notifikasi ditemukannya Pokemon. Dia lantas mengecek layar ponsel dan melihat peta keberadaan Bulbasaur.

"Jaraknya (pokemon Bulbasaur) dekat dilihat dari map, di depan saya. Makanya saya sempat permisi-permisi minta jalan ke depan. Pas saya klik Pokemon-nya, ternyata dia di meja hakim," kata sang gamer kepada Liputan6.com.

Namun niatnya menangkap Bulbasaur urung dilakukan. Dia khawatir tingkahnya akan mengganggu pengunjung sidang, terlebih jarak sekitar 3-4 meter sulit untuk menangkap Bulbasaur.

"Ya enggak jadi (ditangkap). Saya enggak enak wartawan lagi kerja, keluarga Mirna lagi berduka, suasana serius, masa saya menangkap pokemon," ujar sang gamer.

Tak hanya ruang sidang, tempat-tempat angker juga disambangi para gamer. Tujuannya satu, memburu monster Pokemon. Fenomena itu terjadi di Lapangan Kebumen di kawasan Kota Tua Cirebon, Jawa Barat.

Salah satu monster Pokemon yang diburu di lapangan angker itu adalah Pikachu. (Liputan6.com/Panji Prayitno)

Lapangan yang dikenal sepi dan angker itu mendadak jadi lokasi favorit pemburu pokemon. Mereka biasanya berkumpul pada sore hari dilanjutkan malam hari lepas waktu Isya.

Para pemburu monster di Lapangan Kebumen ini datang dari berbagai lapisan sosial. Mulai dari pesepeda hingga pengendara mobil mewah. Mereka yang berhenti di pokestop langsung diam memerhatikan gadgetnya.

"Kalau lagi senggang di perjalanan pulang juga biasanya saya nemu monster. Saya langsung berhenti buat nangkap monster itu dulu," tutur Dwi Triantoro, salah seorang pemburu monster, Jumat, 15 Juli 2016.

Gim Pokemon memanfaatkan fitur GPS, pemetaan, dan kamera di smartphone untuk menghadirkan sensasi berburu Pokemon di dunia nyata. Permainan tersebut hadir dengan bantuan teknologi Augmented Reality (AR).

Pemain mencari lokasi Pokemon di peta yang akan bergerak sesuai posisi di dunia nyata lalu berusaha menangkap Pokemon yang muncul dengan melempar bola khusus bernama Pokeball.

Semuanya dilakukan lewat layar ponsel, tapi memerlukan aktivitas berjalan ke lokasi-lokasi yang sebenarnya di dunia nyata.


Proyek Intelijen Asing?

Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Letjen (Purn) Sutiyoso meluncurkan buku berjudul Sang Pemimpin di Djakarta Theater, Jakarta Pusat, Minggu (6/12/2015). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Kegandrungan masyarakat terhadap gim besutan Niantic Labs menuai ragam komentar. Mereka ada yang pro maupun kontra atas fenomena tersebut.

Menurut psikolog, John M Grobol, gim Pokemon Go berpotensi sebagai bentuk terapi bagi mereka yang hidup dengan rasa depresi, kecemasan sosial, agoraphobia (takut pada ruang terbuka), dan gangguan kesehatan mental lain yang serupa.

"Para pengembang di balik Pokemon Go mungkin tidak bermaksud untuk membuat aplikasi yang berguna untuk kesehatan mental. Namun mereka melakukannya dan tampaknya sebagian besar efeknya positif," tulis John.

Namun begitu, di balik manfaatnya, permainan Pokemon juga bisa menimbulkan petaka bagi pemain. Mereka kerap celaka saat berburu Pokemen. Bahkan dugaan adanya mata-mata atau spionase dari intelijen asing muncul di balik gim yang banyak menggunakan peta lokasi tersebut.

Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Letjen (Purn) Sutiyoso mengaku enggan berkomentar atas hal itu. Yang pasti, BIN akan terus memantau perkembangan gim tersebut.

"Nanti kita lihat lagi perkembangannya. Saya tidak akan berkomentar terlalu jauh tentang game ini," ujar Sutiyoso kepada Liputan6.com, Jakarta, Jumat 15 Juli 2016.

Bang Yos, begitu ia disapa menegaskan tidak melarang masyarakat untuk memainkan permainan tersebut. Yang terpenting tetap memperhatikan keselamatan diri sendiri dan orang lain.

Meski demikian, ia meminta agar gim tersebut tidak dimainkan di lokasi yang bersifat rahasia dan lokasi strategis pemerintah.

"Karena game tersebut terdapat penggunaan kamera secara real time, maka muncul risiko keamanan jika dimainkan di kantor dan instalasi strategis," jelas Sutiyoso.

Irjen Pol Boy Rafli Amar (kiri) memberikan keterangan terkait tiga orang terduga teroris di Surabaya saat konpers di Jakarta, Kamis (9/6). Barang bukti berupa tiga buah bom siap ledak, senjata api telah diamankan. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Penegasan serupa juga disampaikan Polri. Sejauh ini pihak kepolisian masih melihat dan memantau perkembangan gim tersebut.

"Nanti kita lihat sejauh mana (isu spionase) itu. Memang kan dunia ini serba bebas dan banyak permainan," kata Kepala Divisi Humas Polri Irjen Boy Rafli Amar di lapangan Bhayangkara Polri, Jakarta, Minggu (17/7/2016).

Boy melanjutkan, polisi mengimbau agar setiap gamer Pokemon Go bisa menjaga norma dan ketertiban. Terlebih saat gim itu akan dimainkan atau menyasar objek-objek vital. Seperti bandara, kantor pemerintahan atau sarana-sarana militer.

"Masyarakat nanti tahu sendiri kalau kegiatan Pokemon mengarah ke arah vital itu tak boleh. Bandara, markas mabes, kantor pemerintahan, pusat Militer termasuk," ujar Boy.


Jangan Terlena

Kak Seto [Foto: Sapto Purnomo/Liputan6.com]

Pemerhati anak Seto Mul‎yadi menyatakan gim Pokemon Go sama seperti permainan-permainan lain yang memiliki sisi positif dan negatif. Tinggal bagaimana masyarakat menyikapinya.

"Sisi positifnya ‎membuat anak kreatif, asyik, terhibur, tertantang. Sehingga berbagai kemampuan kecerdasan bisa dilatih," ujar pria yang akrab disapa Kak Seto di Kantor Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Jakarta, Sabtu 16 Juli 2016.

Kak Seto menjelaskan, gim ini mampu meningkatkan rangsangan terhadap gerak motorik dan sosialisasi anak. Anak-anak dapat bermain di alam bebas dan berkumpul bersama teman-teman. Namun, ada yang lebih penting dari itu semua, yakni harus ada peran orangtua.

"‎Sebagaimana permainan lain, kalau sudah berlebihan dan ‎tidak kenal waktu, tidak seimbang dengan aktivitas lain, lupa belajar, ibadah, kegiatan keluarga di rumah, itu bahaya. Jadi mohon ada pengawalan dan kontrol dari orangtua dan masyarakat," tegas dia.

Gamer Pokemon Go mengunjungi Monas untuk berburu monster.

Para orangtua tidak lantas melarang anaknya bermain gim tersebut. Namun mereka harus bekerja sama dengan masyarakat di lingkungannya agar turut serta mengawasi anak-anaknya. Selain itu, orangtua juga harus memastikan tempat bermain ini aman bagi mereka.

"Ketika sudah keluar rumah ‎mencari (Pokemon), mohon agar tempat-tempat ini dipastikan aman. Misalnya di dalam kompleks, bekerja sama dengan masyarakat, pengurus RT, RW untuk memastikan bahwa kompleks ini aman," ucap Kak Seto.

Kak Seto mewanti-wanti jangan sampai situasi yang tidak aman tersebut membuat anak justru terpancing menjadi korban kekerasan, kecelakaan, dan sebagainya.

Keranjingan terhadap gim Pokemon ini menjadi fenomena tersendiri bagi masyarakat dalam mencari jalan mengusir kepenatan. Mereka mengaku nyaman dengan bermain Pokemon yang seolah berada di dunia nyata.

Namun begitu, yang perlu diingat ialah jangan sampai masyarakat diperalat oleh permainan ini. Gamer lah yang mengasuai permainan tersebut. "Sehingga kalau betul-betul dikendalikan dengan tepat, justru akan berdampak positif," ujar Kak Seto.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya