Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan terjadi penurunan jumlah orang miskin di Indonesia sebanyak 580 ribu jiwa menjadi 28,01 juta orang atau dengan tingkat kemiskinan 10,58 persen di Maret 2016 dibanding periode yang sama tahun lalu sebanyak 28,59 juta jiwa.
Kepala BPS Suryamin, mengungkapkan, jumlah penduduk miskin di bulan ketiga ini mencapai 28,01 juta orang. Realisasi ini turun dibandingkan Maret 2015 yang sebanyak 28,59 juta penduduk miskin atau 11,22 persen. Sementara di September 2015, basis orang miskin di Indonesia 28,51 juta orang dengan tingkat kemiskinan 11,13 persen.
Advertisement
Data BPS menunjukkan pencapaian Maret 2014, jumlah penduduk miskin di negara ini tercatat 28,28 juta orang atau 11,25 persen. Kemudian menurun menjadi 27,73 orang miskin dengan tingkat kemiskinan 10,96 persen di September 2014.
"Jadi dibandingkan Maret tahun lalu, jumlah penduduk miskin di Maret 2016 turun 580 ribu orang. Sedangkan dibandingkan September lalu, turun 500 ribu orang," jelas dia saat Rilis Profil Kemiskinan di kantor BPS, Jakarta, Senin (18/7/2016).
Lebih jauh diakui Suryamin, penurunan jumlah orang miskin di Indonesia pada periode Maret 2016 disebabkan karena maraknya pembangunan infrastruktur di Indonesia yang mengatrol pendapatan masyarakat berpenghasilan rendah atau kelas bawah. Pembangunan infrastruktur, sambungnya, menciptakan lapangan kerja.
"Pembangunan infrastruktur besar-besaran sehingga penghasilan meningkat, seperti tukang batu, buruh bangunan, tukang gali, dan lainnya. Dampak positifnya menurunkan penduduk miskin walaupun tidak drastis," terangnya.
Disebutkan dia, jumlah penduduk miskin di Maret ini tersebar di kota maupun desa. Sebanyak 28,01 juta penduduk miskin di Indonesia periode bulan ketiga ini, rinciannya sebanyak 10,34 juta orang miskin (14,11 persen) tinggal di perkotaan, dan 17,67 juta orang (7,49 persen) hidup di perdesaan.
"Memang kalau di level ASEAN, maupun Asia, kalau tingkat kemiskinan di angka 10 persen-11 persen, agak susah menurunkannya, karena sudah dianggap intinya, puncaknya. Jadi harus ada upaya-upaya khusus menurunkannya lagi," pungkas Suryamin.