Liputan6.com, Jakarta - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menyatakan bahwa organisasi pangan dan pertanian PBB atau Food and Agriculture Organization (FAO) telah menyatakan dukungannya terhadap Indonesia. Dukungan tersebut diberikan dalam hal penegakan hukum oleh pemerintah Indonesia terkait tindak pencurian ikan atau illegal, unreported and unregulated (IUU) Fishing.
"Hasil FAO kemarin, semua negara FAO yang meratifikasi member FAO itu juga menekankan dan concern terbesarnya bahwa kita tidak akan memberikan kebijakan terhadap pelaku illegal fishing," ujar dia di Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Jakarta, Senin (18/7/2016).
Menurut Susi, FAO sepakat agar semua negara yang menjadi anggotanya untuk tidak memberikan pelayanan terhadap para pelaku IUU Fishing. Semangat tersebut harus dikawal secara bersama-sama, bukan hanya oleh pemerintah Indonesia tetapi juga pemerintah negara lain.
Baca Juga
Advertisement
"Kami tidak boleh melayani kapal pelaku illegal fishing. Dan kita akan sebarkan ke seluruh dunia kapal yang terindikasi IUU fishing. Kita kawal bersama agar semangat nasional bisa berjalan," kata dia.
Susi mengungkapkan, data dari FAO menyebutkan saat ini jumlah kapal ikan yang ada di dunia sudah terlalu banyak, melebihi sumber daya ikannya. Oleh sebab itu, pengawasan terhadap penangkapan ikan secara ilegal harus dilakukan oleh semua pihak.
"Bahwa kita sudah terbebas dari dari kapal pencuri ikan itu hal luar biasa. Karena sumber daya ikan sangat penting untuk sebuah bangsa dalam memberikan kecukupan pangan, protein, dan nutrisi, untuk menjadi bangsa yang pintar," jelas dia.
Oleh sebab itu, lanjut Susi, kebijakan yang telah dia terapkan selama ini untuk memerangi pencurian ikan di wilayah perairan Indonesia dinilai sudah tepat. Dia berharap kebijakan tersebut mendapat dukungan semua pihak.
"Kita punya ikan banyak, policy yang kita keluarkan sudah benar dan naikkan PDB luar biasa. Di sektor perikanan juga nilai tukar nelayan sudah naik. Jadi jangan sampai pembebasan satu kapal membuat kapal yang sudah pergi balik lagi ke Indonesia karena menganggap Indonesia sudah bebas. Ini sangat merugikan negara," tandas dia.