Liputan6.com, Washington DC - Badan Antariksa Amerika Serikat NASA menemukan area besar berwarna hitam tumbuh di permukaan Matahari. Penemuan tersebut pertama kali diketahui oleh pesawat angkasa luar, Solar Dynamics Observatory.
Sejumlah orang yang melihat foto tersebut merasa takut terhadap area hitam besar di permukaan Matahari. Namun Badan Antariksa Amerika Serikat mengatakan, tak ada yang perlu dikhawatirkan atas fenomena itu.
Advertisement
NASA menjelaskan, area gelap tersebut merupakan lubang korona versi besar, di mana menjadi fenomena yang sering terjadi di permukaan Matahari.
"Lubang korona merupakan wilayah dengan kepadatan rendah di atmosfer Matahari, atau disebut dengan korona," tulis NASA.
"Karena mereka mempunyai sedikit materi Matahari, mereka memiliki temperatur yang lebih rendah, sehingga tampak jauh lebih gelap dari sekitarnya."
Badan antariksa mengatakan, area tersebut dapat mengambil seperempat dari permukaan Matahari dan diciptakan oleh celah dalam medan magnet, demikian seperti dikutip dari News.com.au, Senin (18/7/2016).
"Lubang korona adalah sumber angin berkecepatan tinggi dari partikel Matahari yang mengalir," jelas NASA.
Walaupun memancarkan aliran partikel bermuatan tinggi yang tak berdampak negatif terhadap Bumi, namun hal tersebut dapat memberi masalah bagi satelit komunikasi yang terdiri dari alat elektronik sensitif.
Namun beberapa orang tak sepenuhnya mempercayai penjelasan NASA. Fenomena tersebut pun memicu munculnya teori konspirasi yang memprediksi bahwa kehidupan di Bumi akan berakhir pada 29 Juli 2016.
Seperti dikutip dari Metro.co.uk, kehancuran konon akan ditandai dengan kota-kota yang runtuh saat kutub Bumi terbalik.
Namun, itu bukan satu-satunya 'ramalan' akhir zaman tahun ini. Sebelumnya beredar kabar Bumi akan ditabrak asteroid pada 6 Mei -- yang ternyata tidak.
Ada lagi 'prediksi' yang menyebut Barack Obama akan mengungkap bahwa ia seorang Anti-Kristus pada Juni -- yang ternyata bohong belaka.
Bagaimana menurut Anda?