Liputan6.com, Jakarta - Memiliki keterbatasan bukan menjadi penghalang bagi seorang Angkie Yudistia untuk tetap bisa berguna bagi orang lain, khususnya untuk kaum disabilitas.
Terlahir sebagai anak yang sempurna membuat Angkie, menjalani hidup seperti anak kecil pada umumnya. Namun semua itu berubah ketika usia 10 tahun ia terkena demam tinggi dan meminum antibiotik sesuai dengan anjuran dokter. Tapi sayangnya justru ia kehilangan pendengarannya setelah meminum obat tersebut.
Advertisement
Akhirnya ia tumbuh sebagai gadis yang tidak bisa lepas dari alat bantu dengar sebagai penyandang tuna rungu.
“Jika saya melepas alat ini jangankan suara orang lain, suara saya sendiri pun tidak bisa terdengar. Jika anda ingin mengobrol dengan saya harus face to face, sehingga saya bisa melihat gerakan bibir anda dan bisa mengerti apa yang anda katakan” ungkapnya di acara Inspirato Liputan6.com.
Namun hal itu tidak menghalanginya untuk menggapai mimpi. Ia berhasil lulus sebagai sarjana di bidang komunikasi. Dia juga meneruskan studinya ke jenjang S2.
“Saya rasa di era global ini berpendidikan S1 saja tidak cukup dan alasan saya mengapa mengambil S2 adalah untuk mendapatkan ilmu pengetahuan yang lebih update lagi,” jelas dara kelahiran tahun 1987 silam.
Dari situ ia memutuskan untuk melanjutkan S2 dalam bidang marketing komunikasi. Angkie menyadari jika hanya mengandalkan sarjananya saja tetapi memiliki kekurangan yaitu tuna rungu, kesempatannya untuk bisa bekerja bisa hilang karena banyak orang lain yang lebih hebat darinya.
“Alasan saya mengambil S2 untuk upgrade skill dan karena kita tahu apa yang membedakan kita dengan orang lain” jelasnya.
Setelah lulus, selama 5 tahun terakhir ia menjadi salah satu orang yang berperan besar dalam mengubah kehidupan kaum disabilitas melalui usahanya bernama Disable Entreprise. Dia menginspirasi banyak orang lewat program pemberdayaan ekonomi kreatif untuk penyandang disabilitas.
Selain merekrut penyandang disabilitas, Angkie juga memantau serta membuka jalan selebar-lebarnya untuk mereka membuka usaha secara online.
“Itulah yang membuat saya percaya bahwa kaum disabilitas memiliki skill, hanya saja mereka tidak memiliki kesempatan untuk menunjukkannya untuk berkembang, hingga akhirnya setiap hari kita mendidik mereka untuk bisa mandiri secara finansial" tutupnya.
Angkie punya mimpi, yaitu Indonesia bisa menjadi negara yang ramah terhadap penyandang disabilitas.
"Kita bisa hidup rukun dengan orang normal lainnya karena kita punya mimpi dan cita-cita yang harus kita wujudkan masing-masing di masa depan," tuturnya. (Nabila)