Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah menunjuk 18 institusi perbankan lokal maupun asing sebagai bank persepsi penampung dana repatriasi hasil pengampunan pajak (tax amnesty).
Bank-bank tersebut dipastikan telah memenuhi persyaratan, bahkan bank asing siap mengikuti aturan main yang ditetapkan pemerintah sebagai bank persepsi penampung dana tax amnesty yang ditaksir mencapai Rp 1.000 triliun.
"Syarat jadi Bank Persepsi harus BUKU III dan BUKU IV, total ada 28 bank. Yang sudah memenuhi syarat baru 18 bank. Tapi jumlahnya bisa bertambah dari sisa 28 bank ini jika sanggup memenuhi kriteria karena maksimal 28 bank," jelas Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu, Robert Pakpahan di Jakarta, seperti ditulis Selasa (19/7/2016).
Baca Juga
Advertisement
Dia menuturkan, penunjukan bank persepsi ditetapkan beberapa syarat, yakni:
1. Bank persepsi yang ditetapkan Menteri Keuangan yang masuk dalam kategori Bank Umum Kelompok Usaha 4 dan Kelompok Usaha 3.
2. Bank yang mendapat persetujuan untuk melakukan kegiatan penitipan dengan pengelolaan (trust). Kemudian bank yang memiliki surat persetujuan bank sebagai kustodian dari OJK, dan atau. Serta bank yang menjadi administrator Rekening Dana Nasabah.
Berikut daftar 18 Bank Persepsi penampung dana tax amnesty :
1. PT Bank Central Asia Tbk
2. PT Bank Rakyat Indonesia Tbk
3. PT Bank Mandiri Tbk
4. PT Bank Negara Indonesia Tbk
5. PT Bank Danamon Indonesia Tbk
6. PT Bank Permata Tbk
7. PT Bank Maybank Indonesia Tbk
8. PT Bank PAN Indonesia Tbk
9. Bank CIMB Niaga
10. Bank UOB Indonesia
11. Citibank, NA
12. Bank DBS Indonesia
13. Standard Chartered Bank
14. Deutsche Bank AG
15. PT Bank Mega Tbk
16. BPD Jawa Barat dan Banten
17. PT Bank Bukopin Tbk
18. Bank Syariah Mandiri
Bank Asing
Robert Pakpahan mengungkapkan, bank-bank asing yang sudah memenuhi syarat menjadi bank persepsi penampung dana tax amnesty merupakan kelompok usaha atau BUKU III maupun BUKU IV. Bank asing tersebut merupakan bank yang sudah konversi sebagai bank domestik (incorporated) atau cabang bank asing di Indonesia.
"Itu bank asing yang masuk penampung dana tax amnesty adalah cabang maupun yang sudah berbadan hukum di Indonesa. Sehingga sudah harus mengikuti aturan di sini, diawasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK)," kata dia.
Di samping itu, sambung Robert, pemerintah membuka kesempatan kepada bank asing karena estimasi besarnya dana repatriasi yang ditaksir mencapai Rp 1.000 triliun.
Dengan begitu, pemerintah perlu menyiapkan banyak bank sehingga dapat mewadahi banjir uang tersebut dan menyalurkannya ke ragam portofolio investasi di pasar keuangan maupun sektor riil.
"Kalau asumsinya dana repatriasi banyak, kita perlu banyak bank juga. Kalau sedikit, susah. Tapi belum tentu juga, dana itu ditarik besar-besaran oleh bank asing karena bank nasional kita sangat mampu mengelolanya serta kantor cabang di luar negeri dapat menjadi pintu masuk (gateway) dari WNI yang mau melakukan repatriasi aset," ujar dia.
Pemerintah khususnya Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Robert menuturkan dapat melacak, bahkan melakukan audit atas keberadaan uang repatriasi tax amnesty, baik dari segi kepatuhannya maupun pengawasan terhadap kepastian dana tersebut tinggal di Indonesia selama kurun waktu tiga tahun, seperti jangka waktu investasi yang tertuang dalam UU Tax Amnesty.
"Walaupun ditunjuk, kita bisa melacak ini uang stay di Indonesia atau tidak. Kita mampu melacak di kustodian atau di Rekening Dana Nasabah. Jika ketahuan, bisa dihukum, dicabut izinnya tidak boleh beroperasi di Indonesia. Mereka pasti tidak mau, jadi ikut aturan main kita, bisa audit sistem dan trashback investasinya kapanpun," tutur dia.
Robert mengaku, bank-bank asing telah membuka privat bank (bank swasta) di banyak negara. Privat bank di banyak negara, lanjutnya, dijadikan tempat orang Indonesia menyimpan harta di luar negeri karena alasan kenyamanan.
"Biasanya orang menyimpan harta dari luar negeri, taruhnya di privat bank sehingga membuat mereka lebih nyaman. Karena kita ditugaskan untuk memberikan pelayanan ke WP," kata Robert. (Fik/Ahm)
Advertisement