Liputan6.com, Cirebon - Wali Kota Cirebon Nasrudin Azis mengakui banyak oknum yang nakal saat proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Padahal, PPDB yang digelar oleh pemerintah daerah tersebut sudah dilakukan dengan sistem online.
Dia mengungkapkan, hampir seluruh sekolah favorit di Kota Cirebon melebihi kuota yang ditentukan melalui PPDB online.
Advertisement
"Di SMAN 2 Kota Cirebon contohnya, dari tujuh rombel (rombongan belajar) atau kelas menjadi 15 kelas," ucap Azis usai melakukan sidak di sejumlah sekolah di Kota Cirebon, Jabar, Selasa, 19 Juli 2016.
Dia mengatakan, pada proses PPDB 2016 ini, ada sekitar seribu lebih siswa baru yang masuk sekolah favorit melalui jalur titip-menitip.
"Kami sudah berlakukan kebijakan di tengah PPDB online berlangsung. Tapi kami tegaskan jangan sampai siswa titipan tersebut malah tidak berprestasi," ucap dia.
Dia mengungkapkan, hal ini lantaran praktik "titipan". Warga menitipkan anaknya yang tak diterima di sekolah favorit dengan menempuh jalur lain.
Karena itu Azis membuat kebijakan dan strategi, terutama bagi orangtua siswa yang melakukan aksi titip-menitip. "Tujuannya agar tidak terjadi penambahan rombel dan siswa menumpuk di satu sekolah. Kebijakan ini juga agar sekolah yang masih sepi peminat bisa kami isi dengan adanya titip menitip itu," ujar dia.
Dia mengatakan, kebijakan yang diambil adalah dengan menggunakan skala prioritas berdasarkan nilai akhir siswa. Yakni, nilai tidak jauh dari ketentuan nilai yang sudah diatur oleh sekolah favorit yang dituju.
Titip-Menitip
Dia pun sudah menginstruksikan tidak ada pendaftaran PPDB online gelombang kedua. Artinya, bagi yang mendaftar melalui jalur titip-menitip sudah ditampung.
"Begitu selesai menerima pendaftaran online, kita mempersilakan para siswa yang mendapat kebijakan tersebut untuk mendaftar ulang. Titipan itu tanpa modal, tapi permohonan yang dicatat berikut yang memintanya, bukan juga disposisi, tapi catatan dari orang yang menitipkan siswa," Azis memaparkan.
Dia mengatakan, mereka yang memanfaatkan kebijakan dengan menitipkan siswa tersebut di antaranya instansi dewan, PGRI, dan pihak lain dari luar instansi pemerintahan. Data tersebut kemudian diserahkan kepada sekolah yang dituju.
"Jadi tidak ada rekomendasi, ini adalah kesepakatan jadi kalau ada yang mau sekolah di satu sekolah yang penuh kuota, kita serahkan kepada kepala sekolahnya melalui dinas pendidikan," kata Azis.
Dia mengakui banyak orangtua yang meminta kebijakan, baik melalui Disdik maupun di sekolah bersangkutan lewat kepala sekolahnya. Akhirnya aksi titip-menitip itu terpaksa ditampung.
Bahkan Azis sendiri mengaku mendapat tekanan agar bisa memasukkan siswa ke sekolah yand dituju. "Tapi kami punya strategi itu yang nilai passing grade-nya tidak jauh dari ketentuan sekolah bisa masuk yang tidak kami masukkan ke sekolah lain yang belum memenuhi kuota. Kebijakan yang kami keluarkan tentu ada rambu-rambunya alias ketentuannya,"dia menambahkan.
Melihat kondisi ini, Azis memberikan tawaran gagasan agar pelaksanaan PPDB online diserahkan kepada pihak ketiga, yakni melalui kampus. "Lebih efektif diserahkan ke kampus karena proses seleksinya seperti penerimaan mahasiswa baru di kampus negeri," ujar Azis.