Liputan6.com, Jakarta - Kancah musik Indonesia telah diwarnai oleh salah satu band bernama The Groove. Sejak mereka berdiri di tahun 1997, musik berjenis acid jazz semakin digandrungi di Tanah Air. Terlebih lagi ketika mereka merilis album perdana di tahun 1999, Kuingin.
Formasi The Groove pada awal terbentuk, terdiri dari Reza (vokal), Rieka Roeslan (vokal), Ari (gitar), Tanto (keyboard), Ali (piano), Rejos (perkusi), Detta (drum), dan Yuke (bass). Hits yang telah mereka ciptakan antara lain adalah "Dahulu" dan "Satu Mimpiku".
Baca Juga
Advertisement
Di tahun 2002, Yuke keluar dan memilih untuk bergabung dengan Dewa. Posisi bass kemudian diisi oleh Arie Firman. Setelah mereka merillis album Hati Hati di tahun 2004, Rieka keluar untuk meniti karier sebagai penyanyi solo.
Album The Best diluncurkan pada 2005 dengan Cindy Bernadette di posisi vokal. Namun tak lama kemudian, nama The Groove mulai pudar dari peta musik Indonesia.
Sebelas tahun berlalu, kini The Groove eksis lagi bersama Rieka yang kembali di posisi vokal seperti sebelumnya. Penantian fans setelah The Groove tak berkarya selama 11 tahun, sekarang terpenuhi berkat dirilisnya album Forever U'll Be Mine.
Album baru ini menyajikan hal-hal istimewa dari The Groove di usianya yang ke-19. Kepada Liputan6.com saat berkunjung ke SCTV Tower, Jakarta, Selasa (19/7/2016), Reza, Rieka, Tanto, Detta, dan Ari menjelaskan seperti apa karya terbaru mereka dan apa yang terjadi pada The Groove selama ini.
Simak selengkapnya melalui wawancara di bawah ini:
Apa yang baru dari The Groove?
Rieka: The Groove di tahun ini sejak bulan Mei banyak kejutan. Kami mengeluarkan album CD berisi 10 lagu baru. Kemudian ada satu buah buku 19 tahun perjalanan The Groove.
Kami sudah berumur 19 tahun sejak berdiri. Setelah album The Best tertunda 11 tahun kami nggak melakukan apa-apa. 2005 kami pisah, 2010 kemudian gabung lagi bikin single, dan 2013 bikin single kedua. dari situ rencana bikin album tapi tertunda dan akhirnya 2016 ini berhasil mengeluarkan satu album.
Sempat dikabarkan bubar, ke mana The Groove selama ini?
Reza: Istilah kami vakum. Kalau bubar kan berarti nggak akan ada lagi.
Rieka: Sebetulnya waktu itu, setelah Yuke sudah pindah band, teman-teman berkumpul dan memanggil saya. Mereka ingin mencoba untuk bikin band yang tanpa ada vokalis perempuannya. Mereka jujur bilang aku, "Kayaknya The Groove mau jalan tanpa Rieka." Itu sekitar akhir 2004.
Teman-teman juga jujur mau coba Cindy Bernadette tanpa saya. Akhirnya aku stop dari The Groove kemudian bikin album solo. Akhirnya teman-teman mengeluarkan album sendiri dengan The Best yang dibantu sama Cindy.
Mungkin Tuhan ingin kami comeback lagi, setelah saya tak ada mereka vakum, saya tetap bernyanyi. Kemudian di tahun 2008 kami dipertemukan lagi di satu festival jazz dengan konsep band reunian. Sempat ingin reuni sebelumnya tapi acaranya batal dan kami akhirnya bertemu di Java Jazz. Jadi kami selama ini bisa dibilang istirahat, dan semua cerita juga ada di buku kami.
Bagaimana hubungan kalian dengan Yuke?
Rieka: Yuke sibuk dengan proyeknya sendiri, tapi tetap menjadi kakak kami yang selalu protes mengawasi. Ya kami kalau salah sedikit dikomentari. Ya mulai dari baju, apa saja lah. Kadang-kadang kalau dia kangen, kami sempat main dengan dua bass. Namanya juga salah satu pendiri.
Detta: Hatinya selama ini mah tetap di The Groove kali ya.
Reza: Dia juga sempat ngisi bass di album ini untuk satu lagu.
Bagaimana warna musik The Groove setelah kalian kembali dengan pengalaman masing-masing selama berpisah?
Tanto: Nggak usah harus berpisah sih. Makin lama kami kan makin belajar. Apalagi waktu itu pernah berpisah. Jadi menimba ilmunya di luar the groove. jadi pas pulang bawa ilmu masing-masing. cuma akhirnya, pada dasarnya memang segala macam dicoba, apa influence yang dibawa masing-masing kami coba.
Tapi pada dasarnya semua sudah mengerti kalau ada frame yang The Groove sudah punya. Namanya frame enggak bakal ke mana-mana, tapi mungkin cuma kalau misalnya di lukisan seperti warnanya agak lebih pastel, tapi ya framenya itu-itu saja.
Kami juga nggak menutup mata dengan warna musik sekarang. belajar juga dari situ dan ada beberapa pendekatan yang kami coba masuk. Pendekatan dengan musik kekinian. Tapi kami mau coba apapun tetap saja kami sudah ada framenya. Akhirnya ya beradaptasi saja dengan pengaruh luar.
Soal keselarasan vokal bagaimana?
Reza: Ya sama sih, tapi agak sedikit beda karena sekarang Rejos juga dikasih porsi bernyanyi. Dulu juga pernah tapi cuma satu lagu dan hanya ngerap. Di album ini dia dikasih porsi lebih supaya lebih berwarna.
Detta: Pendekatan seperti itu dibuat supaya kami terlihat berbeda.
Bagaimana manfaat media sosial di mata kalian?
Reza: Di dunia musik, media sosial bagi saya penting banget. Karena itu bisa menjadi kekuatan besar. Banyaknya follower hanya dari broadcast dan sebagainya. Media sosial juga bisa menjadi bahan promosi yang mudah.
Zaman dahulu dari mulut ke mulut atau menempel pamflet di pohon. Paling yang lihat sehari paling 50 orang. Tapi sekarang dengan satu klik bisa jauh lebih banyak.
Album fisik menurut The Groove?
Tanto: Kalau menurut kami, itu sangat penting. Kami kan artis dari era peralihan, beda jaman. Dulu analog, sekarang digital. Dari sisi promosi dan produksi juga berbeda. Beruntungnya The Groove, kami mengalami dua zaman yang berbeda. Kami mengalami dua-duanya, kami di akhir peralihan ke digital meskipun sekarang belajar lagi.
Reza: Jadi kami merasa diuntungkan. Kenapa fisik itu penting karena kami mengalami era 1980-an dan 1990-an ketika fisik masih kencang dan kuat. Kalau zaman saya misalnya lagi suka sama Faris RM, kalau nggak punya album fisiknya itu nggak bisa, rasanya berbeda. Kalau nggak punya kasetnya tuh akan lain.
Apalagi The Groove sekarang fansnya sudah dua generasi. Generasi lama yang seumuran kami, 40-an sekian dan fans baru yang ABG belasan tahun. Fans generasi 1990-an di zaman dulu yang masih mengoleksi CD pasti lebih memilih untuk mengoleksi album fisiknya. Makanya fisik sangat penting buat kami.