Liputan6.com, Medan - Pengamat politik Ahmad Taufan Damanik menilai kasus dugaan penipuan yang menjerat politukus Partai Demokrat Ramadhan Pohan merupakan risiko bagi para kandidat calon kepala daerah atas tingginya biaya kampanye dalam pilkada.
"Akibat tingginya biaya kampanye, inilah risiko pemilu. Banyak kandidat terpaksa mengeluarkan biaya melebihi kemampuan," ujar Taufan di Medan, Rabu (20/7/2016).
Advertisement
Dosen FISIP Universitas Sumatera Utara itu menilai, manajemen finansial yang kurang baik semakin membuat kandidat tidak bisa mengontrol pengeluaran tim pemenangannya. Hingga mengeluarkan biaya di luar kapasitas.
"Jadinya nekat mencari ke berbagai sumber. Kemudian ada yang korupsi, tapi ada yang terbelit utang. Kita mesti mengoreksi praktik pemilu kita agar lebih lebih murah," ucap dia.
Dijelaskan Taufan, kasus dugaan penipuan yang dialami Ramadhan Pohan bisa berdampak pada donatur-donatur pemilu di daerah lainnya untuk melaporkan kandidat atau jagoan mereka yang tidak menepati janji.
"Ini bisa berdampak dengan donatur di daerah lain," sebut Taufan.
Ramadhan Pohan dijemput penyidik di Jakarta atas laporan korban bernama LHH Sianipar atas kasus penipuan dan penggelapan sebesar Rp 4,5 miliar. Ia dilaporkan berdasarkan Pasal 378 dan 372 KUHP.
"Bukti-bukti sudah lengkap, makanya dia (Ramadhan Pohan) ditetapkan sebagai tersangka. Dalam kasusnya ini ada 14 saksi yang dimintai keterangan. Transaksinya di posko pemenangan Ramadhan Pohan, menjelang pemilihan Wali Kota Medan," terang Rina.
Selain laporan LH Sianipar, ada juga korban lain yang melaporkan Ramadhan Pohan ke Polda Sumut atas kasus yang sama. Pelapornya L Simanjuntak yang tidak lain adalah keluarga Sianipar. Dalam laporan kedua, Ramadhan Pohan dilaporkan melakukan penipuan sebanyak Rp 10,8 miliar. Kedua pelapor merupakan ibu dan anak.