Liputan6.com, Semarang - Dua orang pengidap gangguan jiwa di Semarang, Jawa Tengah saling jatuh cinta. Dari hubungan itu si wanita hamil dan melahirkan seorang anak laki-laki yang sehat.
Hebatnya, sang ibu menjalani persalinan tanpa bantuan siapapun, termasuk saat memotong tali pusarnya. Bayi sehat dan menggemaskan itupun diberi nama Jokowi.
Kisah ini berawal sejak Agung Slamet Prasetyo Utomo jatuh cinta. Warga kampung Candisari RT 1/8 Kelurahan Candisari Semarang itu dianggap tidak waras. Dia tidak bekerja dan sulit diajak komunikasi.
Hati Agung tertambat pada Heni Apriyani yang datang ke kampung Candisari pada September 2015. Sehari-hari ia juga tak bekerja, badannya bau karena jarang mandi. Orangnya peramah dan gemar tersenyum. Tentu saja senyum sendirian karena Heni ternyata juga sakit jiwa.
Mereka tak butuh waktu lama untuk saling akrab. Entah bagaimana pendekatan yang dilakukan Agung hingga 'nembak' Heni, keduanya pun menjalin hubungan cinta.
Suprih, warga kampung Candisari bercerita, keduanya sangat mesra dan romantis. Apapun selalu mereka lakukan berdua.
"Mungkin saat itu mereka sudah saling jatuh cinta," kata Suprih kepada Liputan6.com, Kamis (21/7/2017).
Jatuh Cinta Bikin Lebih Bersih
Pada saat-saat tertentu, seringkali pasangan tidak waras ini terlihat duduk-duduk berduaan di gudang kosong itu. Teristimewa pada malam Minggu. Rupanya meskipun tidak waras Agung juga mengenal malam yang horor bagi kaum jomblo.
Ketika pasangan manusia ini kelihatan semakin mesra, warga tidak merasa terganggu. Apalagi Agung dan Heni kelihatan membaik saat pacaran.
"Yang terlihat dari aktivitas mereka hanyalah sebuah kekompakan dan saling perhatian satu sama lain. Keduanya juga kelihatan lebih bersih," kata Suprih.
Baca Juga
Advertisement
Rupanya pasangan tak waras ini juga makin rajin dan merawat diri saat jatuh cinta. Seperti orang normal, yang membedakan adalah pakaian mereka tak selalu keren, meski selalu bersih.
Karena Agung adalah warga kampung, maka mudah baginya mendapatkan pakaian-pakaian wanita sebagai pengganti pakaian Heni yang kotor. Heni dengan sukacita juga selalu menuruti keinginan sang pacar.
Pada malam takbiran lalu, warga dikejutkan karena Heni Apriyani melahirkan seorang bayi laki-laki di gudang itu. Warga tidak menyangka jika hubungan asmara sepasang orang tak waras ini ternyata begitu 'jauh'.
"Yang hebat dan luar biasa, Heni melahirkan sendiri tanpa pertolongan siapapun. Bahkan ia memotong tali pusarnya sendiri. Warga bukannya tidak menolong, namun terlambat mengetahui karena sibuk takbiran dan persiapan Lebaran," kata Suprih.
Kabar bahwa Heni melahirkan sendiri ini segera direspons keluarga Agung. Segera Heni dan bayinya dibawa ke rumah Agung. Meskipun tidak waras, keluarga Agung tak ingin menambah penderitaan baru. Mereka kemudian merawat Heni dan bayinya.
"Awalnya sulit. Tapi lama-lama bersedia setelah Agung membantu merayu dengan mengatakan itu bentuk tanggung jawabnya," kata Suprih.
Nama Anaknya Jokowi
Pada Rabu 20 Juli 2016, sepasang manusia yang menderita gangguan jiwa itu mendapat kejutan. Wakil Wali Kota Semarang Hevearita G Rahayu datang berkunjung. Kedatangan rombongan pejabat, Agung tak menyambut. Dingin saja sambutannya. Bahkan ketika diajak bersalaman.
Tentu saja hal ini membuat Camat Candisari Sudarmaji Mulyono dan Kepala Dinas Sosial, Pemuda dan Olah Raga Gurun Risyatmoko blingsatan. Inisiatif mencairkan suasana datang dari Camat Candisari Sudarmadji. Ia menjelaskan bahwa tamu yang mengajaknya bersalaman adalah wakil wali kota.
Sontak Agung setengah berlari masuk ke dalam rumah yang ditinggalinya. Ia membawa sebuah kursi. Bukan untuk tamunya, namun untuk diduduki sendiri.
Wakil wali kota yang akrab disapa Mbak Ita itu kemudian menemui Heni. Setelah bersalaman sambil senyum-senyum nyengir, Heni menjawab setiap pertanyaan Mbak Ita.
"Lha putrane niku pundi bapake? (Lha anakmu itu mana ayahnya?), " kata Mbak Ita.
"Kae bapake. Yo kae bapake (Itu bapaknya. Ya itu bapaknya)," jawab Heni tegas sambil menunjuk Agung yang duduk di kursi.
"Pas nglairke dibantu sinten? (Waktu melahirkan dibantu siapa?)," tanya Mbak Ita.
"Dhewe. Neng kana. Pusere tak kethok nganggo peso (Sendirian. Di sana. Tali pusar saya potong dengan pisau)," kata Heni sambil nyengir.
Mendengar jawaban itu, Mbak Ita langsung meminta agar camat dan Kepala Dinsospora berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan. Mereka ditugasi memantau kesehatan sang bayi dan ibunya.
"Jangan sampai mereka terkena infeksi dan mengancam jiwanya karena proses persalinan yang tak biasa dan tak sehat ini," kata Mbak Ita.
Setelah dipastikan bayi dan ibunya akan mendapat layanan kesehatan, Mbak Ita kembali mengajak pasangan ini berbincang.
"Hayo anaknya mau dikasih nama siapa?" tanya Mbak Ita.
"Saya penginnya dikasih nama Bobby Nugroho. Bagus kan?" kata Heni.
"Gak bisa, namanya Jokowi," tiba-tiba Agung yang diam sejak tadi menyela.
"Iya bapaknya maunya memberi nama Jokowi. Saya penginnya Bobby Nugroho," kata Heni.
"Ya udah dirembug yang bagus. Jangan bertengkar," kata Mbak Ita mencoba menengahi.
"Aku kan bapakne. Kepala keluarga. Jenenge Jokowi (Saya kan ayahnya. Kepala keluarga. Namanya Jokowi)," kata Agung tegas.
"Siapapun namanya, semoga itu merupakan harapan dari orang tua kepada anaknya. Yang penting si bayi itu harus mendapatkan pelayanan dari Pemkot Semarang, bahkan kedua orangtuanya pun harus mendapat pelayanan sesuai kebutuhannya," kata Mbak Ita.
Selain itu, wakil wali kota ini juga mengingatkan agar Jokowi mendapatkan haknya untuk memiliki akte kelahiran. Mengingat keadaan yang luar biasa ini, maka Mbak Ita juga akan menggunakan cara khusus.
"Saya pinginnya bayi tersebut akan ditampung atau saya jadikan anak asuh, saya menunggu izin dari keluarga Agung dan Heni," kata Mbak Ita.
Advertisement