Liputan6.com, Jakarta - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Yohana Yembise mengatakan, banyaknya kasus kekerasan seksual pada anak membuat pemerintah menjadikan tindak kejahatan itu dalam kategori kejahatan luar biasa. Karena itu pemerintah menilai perlu kebijakan lebih tegas pada pelaku kejahatan seksual.
"Adanya peningkatan kasus ini belum memberikan efek jera sehingga perlu pemberatan sanksi pidana, bukan hanya sanksi pidana pokok tapi juga pidana tambahan untuk melindungi hak anak," ujar Yohana dalam rapat kerja dengan Komisi VIII di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (21/7/2016).
Menurut dia, atas dasar itu, pemerintah perlu mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) yang materinya mengubah pasal sanksi bagi pelaku kejahatan seksual.
"Dalam UU Perlindungan Anak, ada larangan melakukan kekerasan. Pasal 76d soal larangan memaksa anak melakukan persetubuhan, Pasal 76e soal larangan memaksa melakukan tipu muslihat dan membujuk anak atau membiarkan dilakukannya perbuatan cabul. Lalu Pasal 81 pidana paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun," papar Yohana.
Ia menambahkan meskipun dalam undang-undang itu disebutkan sanksi tegas bagi pelaku kekerasan anak, hingga kini dianggap belum menimbulkan efek jera. Kekerasan seksual pada anak justru malah makin meningkat signifikan.
"Kasus kekerasan pada anak berdasarkan data KPAI sampai 2015 terdapat 2.031 kasus. Data Komnas HAM dari data kasus kekerasan, sebanyak 59 persen merupakan kasus kejahatan seks pada anak," jelas Yohana.
Selain itu, ia mengingatkan, masih banyak kasus kekerasan anak yang belum dilaporkan dan tidak diselesaikan secara hukum. Apalagi pelaku tidak hanya sendiri tapi ada kasus yang melibatkan banyak pelaku.
"Perppu Nomor 1 Tahun 2016 menjadi dasar hukum bagi hakim dalam menjatuhkan hukuman pelaku kekerasan seksual. Sanksi tergantung pada penilaian hakim," tandas Yohana.
Advertisement