Liputan6.com, Jakarta Perdagangan anak perempuan di bawah umur memerlukan perhatian yang serius dari pemerintah pusat dan daerah, karena sangat mengkhawatirkan dan telah banyak yang menjadi korban.
"Perdagangan anak tersebut menjadi tanggung jawab pemerintah dan semua elemen masyarakat, termasuk orang tua," kata Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Sumatera Utara Zahrin Piliang di Medan, Kamis.
Advertisement
Perdagangan manusia atau "trafficking", menurut dia, tidak hanya melanggar hak asasi manusia (HAM), tetapi juga rentan terhadap penganiayaan, siksaan fisik, kerja paksa, dan trauma psikis.
"Jadi, apa pun bentuknya perdagangan manusia tersebut harus dilarang karena melanggar hukum," ujar Zahrin.
Ia menyebutkan, banyaknya anak perempuan yang masih di bawah umur asal Indonesia dijadikan sebagai pelayanan nafsu lelaki di luar negeri itu sehingga menjatuhkan harga diri dan martabat bangsa.
Bahkan, perdagangan anak-anak yang masih kecil itu, diatur jaringan atau sindikat internasional, sehingga petugas kepolisian sulit memantau bisnis ilegal antarnegara tersebut.
Oleh karena itu, aparat penegak hukum Indonesia dapat bersinergi dengan negara asing untuk menertibkan perdagangan wanita tersebut.
"Kepolisian Indonesia harus bekerja sama dengan Interpol untuk membongkar perdagangan wanita di sejumlah negara Asia Tenggara. Hal ini merupakan kejahatan yang terorganisir dan tidak boleh dibiarkan berkembang" ucapnya.
Zahrin mengatakan, Polri memiliki peran yang cukup besar dalam penanggulangan tindak pidana perdagangan orang yang saat ini semakin marak terjadi.
Meningkatnya perdagangan perempuan itu dipengaruhi oleh faktor lain yaitu adanya pihak lain yang ingin menikmati, menggunakan, mauhepun mendapatkan keuntungan dari korban.
"Pemberdayaan sumber daya manusia merupakan salah satu faktor yang dapat dilakukan oleh pemerintah untuk mencegah terjadinya perdagangan perempuan tersebut," kata mantan anggota DPRD Sumut itu.