Ikut Tax Amnesty, 20 Wajib Pajak Deklarasi Harta Rp 400 Miliar

Nilai deklarasi harta maupun uang tebusan yang sudah masuk naik lebih dari tiga kali lipat dari posisi sebelumnya Rp 100 miliar.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 22 Jul 2016, 17:36 WIB
Infografis Tax Amnesty (Liputan6.com/Triyasni)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat hingga saat ini lebih dari 20 Wajib Pajak (WP) telah melaporkan Surat Pernyataan Harta (SPH) dalam program pengampunan pajak (tax amnesty).

Nilai deklarasi harta maupun uang tebusan yang sudah masuk naik lebih dari tiga kali lipat dari posisi sebelumnya Rp 100 miliar.

Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Mardiasmo mengungkapkan, sampai hari ini, sudah ada 20 WP yang mendaftarkan diri ikut pengampunan pajak. Untuk diketahui, pendaftaran tax amnesty dibuka sejak Senin, 18 Juli 2016.

"Banyak yang ikut tax amnesty sudah lebih dari 20 WP. Mereka juga menyampaikan SPH," kata dia saat ditemui di kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Jumat (22/7/2016).

Untuk deklarasi harta, Mardiasmo mengaku, total nilai mencapai hampir Rp 400 miliar. Begitupula dengan uang tebusan yang jumlahnya sudah lebih dari Rp 6 miliar masuk ke kas negara.

Itu artinya, deklarasi harta maupun uang tebusan dari WP dalam program pengampunan pajak saat ini terjadi kenaikan lebih dari 3 kali lipatnya. Pada hari ketiga sejak dibukanya pendaftaran, nilai deklarasi harta baru sebesar Rp 100 miliar, dan uang tebusan sekitar Rp 2 miliar.

"Deklarasi harta nilainya sudah lebih dari Rp 300 miliar, atau hampir Rp 400 miliar. Sedangkan uang tebusan lebih dari 6 miliar. Jadi kenaikan lebih dari 3 kali dibandingkan posisi sebelumnya," jelas Mardiasmo.

Pemerintah Diminta Awasi Pelaksanaan Program Tax Amnesty

Sementara itu, Ketua ASEAN Competition Institute, Joy Martua Pardede khawatir masih ada celah dalam penerapan UU Pengampunan Pajak. Ini terkait kewajiban pelunasan tunggakan yang bisa jadi permainan para pegawai pajak.

Berdasar Pasal 8 ayat (3) di UU menyebutkan, wajib pajak (WP) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memiliki persyaratan antara lain memiliki NPWP, melunasi seluruh tunggakan pajak, membayar uang tebusan, melunasi pajak yang tidak atau kurang bayar atau melunasi pajak yang seharusnya tidak dikembalikan bagi WP yang sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan dan/atau penyidikan.

Menurut dia, dengan adanya ayat pelunasan tunggakan pajak itu, maka potensi permainan para pegawai pajak masih tetap ada.

Dia mencontohkan, ada pengusaha yang mendeklarasikan ikut program tax amnesty  karena memiliki tunggakan Rp 1 miliar. Namun hal ini yang kemudian diakali pegawai pajak dengan mengatakan jika tunggakannya mencapai Rp 2 miliar-Rp 3 miliar.

"Sehingga pada akhirnya akan ada kompromi yang cenderung merugikan pendaftar tax amnesty. Potensi itu masih tetap ada, padahal wajib pajak sudah mendeklarasikan hartanya" ungkap Joy.

Menurut dia, sampai saat ini, dari internal Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sendiri belum sepenuhnya memberlakukan good governance (tata kelola yang baik).

"Saya rasa, dengan adanya tax amnesty ini judul besarnya adalah, bagaimana mereformasi sistem perpajakan dan mereformasi birokrasi. Termasuk reformasi perilaku dari fiskus itu sendiri," jelas mantan pengusaha dari Kadin ini.

Sebab itu masalah penghitungan tunggakan pajak dinilai menjadi salah satu hal serius dan patut mendapatkan pengawasan pemerintah.

Dia mengakui, masalah penghitungan tunggakan adalah masalah teknis. Tapi sesuai dengan janji dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP) di setiap acara sosialisasi, itu merupakan mekanisme klarifikasi. "Jadi dipastikan mekanisme bukan kompromi, tapi klarifikasi untuk dicari solusinya," pungkas Joy.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya