Liputan6.com, Jakarta - Kecelakaan nahas terjadi di langit Gurun Sahara pada 2 tahun lalu, tepatnya pada 24 Juli 2014. Pesawat maskapai Air Algerie dengan nomor penerbangan 5017 jatuh di Gurun Sahara yang masuk wilayah negara Mali. Akibatnya seluruh penumpang dan kru pesawat sebanyak 116 orang tewas.
Dari total penumpang pesawat yang terbang dari Bandara Ouagadougou, Burkina Faso menuju Bandara Bandar Udara Houari Boumedienne Aljazair tersebut, 52 orang di antaranya berkebangsaan Prancis dan 6 kru pesawat lainnya berkebangsaan Spanyol.
Pesawat terbang itu lepas landas dari Burkina Faso pada pukul 01.15 dan dijadwalkan mendarat di Aljazair pada pukul 05.10 waktu setempat. Namun 22 menit setelah keberangkatan, pesawat dinyatakan hilang kontak.
Pemerintah Prancis langsung meluncurkan armada jet tempur untuk mencari pesawat yang hilang, hingga kemudian burung besi nahas tersebut ditemukan di Gurun Sahara pada ketinggian 270 meter di atas permukaan laut. Pesawat hancur berkeping-keping. Semua penumpang dinyatakan tewas.
Awalnya, pesawat diduga jatuh karena tersambar petir, berdasarkan pengakuan seorang saksi mata yang melihat cahaya di langit kemudian pesawat jatuh.
Dugaan lain yakni pesawat ditembak pemberontak, karena menurut Menteri Luar Negeri Aljazair, Ramtane Lamamra, ada kelompok pemberontak yang bercokol di dekat lokasi jatuhnya pesawat di Mail Utara, beberapa jam saat kejadian berlangsung.
Namun hal itu dibantah Menteri Dalam Negeri Prancis Bernard Cazeneuve. Dia mengatakan, kemungkinan besar kapal terbang yang dicarter dari Spanyol itu jatuh akibat cuaca buruk. "Menurut kami, pesawat ini kecelakaan karena faktor cuaca," ujar Bernard, seperti dimuat Al-Arabiya.
Dari hasil penyelidikan diketahui bahwa kru sempat meminta agar pesawat putar balik ke Burkina Faso lantaran cuaca buruk. Namun kemudian pesawat celaka.
Selain itu, sejumlah faktor lain juga dinyatakan sebagai penyebab kecelakaan, seperti ada gangguan pada sistem pesawat dan adanya miskomunikasi lantaran pilot asal Spanyol yang kurang memahami isyarat petugas lalu lintas yang menggunakan bahasa Prancis.
“Ada beberapa faktor dan kesalahan dalam kecelakaan ini, yang akhirnya membuat petaka,” ujar Kepala Asosiasi Korban asal Prancis, Sandrine Tricot, seperti dimuat Yahoo.
Kecelakaan Air Algerie merupakan kecelakaan dengan korban tewas terbanyak nomor 4 pada tahun 2014 setelah pesawat MH-17 yang jatuh ditembak di Ukraina pada 17 Juli 2014, Malaysia Airlines MH370 yang hilang di Samudera Hindia pada 8 Maret 2014 dan Air Asia 8501 yang jatuh di Selat Karimata, Indonesia.
Sejarah lain mencatat pada 24 Juli 1955, Ali Sastroamidjojo mewakili Kabinet Ali-Wongso menyerahkan mandat kepada Presiden Sukarno setelah konflik berkepanjangan dalam tubuh TNI AD.
Advertisement
Kemudian pada 24 Juli 1977 menjadi hari berakhirnya Perang antara Libia dan Mesir yang telah berlangsung selama 4 hari.