Akhir Jejak Delima, 'Bidadari' Santoso di Poso

Setelah menewaskan Santoso dan anak buahnya Mukhtar, Senin 18 Juli lalu, tim gabungan menangkap istri kedua Santoso Sabtu pagi.

oleh Dio PratamaNanda Perdana PutraAndrie Harianto diperbarui 24 Jul 2016, 00:04 WIB
Delima, istri Santoso ditangkap (Liputan6.com/Andry Haryanto)

Liputan6.com, Jakarta - Wajahnya hampir tak terlihat karena tertutup cadar. Hanya sorot mata lelah terlihat sekilas. Kerudung hitam panjang yang dikenakan juga terlihat berdebu karena harus berjibaku di belantara hutan Poso mendampingi yang suami tercinta.

Dialah Jumiatun Muslim alias Umi Delima. Perempuan yang diyakini sebagai istri kedua pimpinan kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT), Santoso. 'Bidadari' Santoso selama di hutan ini ditangkap Tim Operasi Tinombala di sebuah gubuk pegunungan Tambarana Poso, Sulawesi Tengah, Sabtu sekitar pukul 09.30 Wita.

Tak ada perlawanan dalam penangkapan itu. Polisi juga tidak menemukan senjata atau bahan peledak di tubuh Delima.

Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian mengatakan Delima merupakan istri kedua Santoso yang ikut dalam pelarian kelompok teroris itu. Dia ditangkap dalam keadaan hidup dan tanpa perlawanan kepada petugas.

"Sekarang lagi dibawa ke Polda Sulawesi Tengah untuk diperiksa. Nanti dia akan diurus oleh polwan," tutur Tito setelah mengikuti kegiatan Bhakti Kesehatan Polri 2016 di Gelanggang Olah Raga (GOR), Cendrawasih, Cengkareng, Jakarta Barat, Sabtu, 23 Juli 2016.

Tito menjelaskan, Delima akan diminta keterangan sekaligus diperiksa kesehatannya karena selama pelariannya dia selalu berada di hutan. Delima akan mendapat penjagaan khusus dari polwan.


Kapolri Jenderal Tito Karnavian memberi keterangan pers usai melihat jasad Santoso di RS Bhayangkara Palu (Liputan6.com/Dio Pratama)

Kadiv Humas Polri Irjen Boy Rafli Amar menambahkan, pihaknya tengah menyelidiki peran Delima.

"Yang jelas aktivitas mereka selalu bersama-sama (Santoso)," tutur Boy Rafli Amar usai menghadiri acara Bhakti Kesehatan Polri 2016 di Gelanggang Olahraga (GOR) Cenderawasih, Cengkareng, Jakarta Barat, Sabtu 23 Juli 2016.
                              
Menurut dia, penangkapan Delima merupakan hasil penelusuran tiga anggota Santoso yang kabur, saat penyergapan Senin 18 Juli 2016. Delima beserta Basri dan istrinya merupakan ketiga orang yang kabur saat operasi penggerebekan itu.

"Semoga dalam penangkapan pelaku (Delima) yang hidup ini, bisa memudahkan kami dalam melakukan pengejaran. Yang terpenting upaya pencegahan teror berlangsung baik," lanjut Boy.

Kabid Humas Polda Sulawesi Tengah AKBP Hari Suprapto menyatakan, Jumiatun alias Umi Delima diyakini pernah mengikuti pelatihan layaknya militer. Hal itu berdasarkan bukti fotonya saat menjalani latihan sambil menjinjing senapan.

"Dari foto-foto yang didapat Tim Satgas Operasi Tinombala 2016, sebelumnya Jumiatun alias Umi Delima juga turut melakukan pelatihan dan membawa senjata api laras panjang," tutur Hari Suprapto melalui keterangan tertulis, Sabtu 23 Juli 2016.

Kronologi Penangkapan

Kabid Humas Polda Sulawesi Tengah AKBP Hari Suprapto membeberkan, penangkapan Delima berawal saat tim operasi Satgas Tinombala patroli pada Jumat 22 Juli, setelah kematian Santoso 18 Juli lalu.

Delima, istri Santoso ditangkap (Liputan6.com/Andry Haryanto)

Penyisiran dilakukan di sepanjang jalur ke arah sungai Tambarana, Desa Tambarana, Poso Pesisir Utara, Poso. "Hingga dilanjutkan pada Sabtu 23 Juli," tutur Hari.

Pada hari kedua yakni Sabtu itulah, patroli penyisiran satgas membuahkan hasil. Tim yang mencari di sekitar kawasan atas Pegunungan Tambarana, menemukan seorang perempuan yang diduga kuat istri dari Santoso.

"Hari Sabtu 23 Juli 2016 pukul 08.30 Wita, saat perjalanan penyisiran, tim menemukan seorang wanita yang diduga salah satu DPO MlT atas nama Jumiatun alias Umi Delima. Dia merupakan istri kedua Santoso alias Abu Wardah," jelas dia.

Delima saat itu ditangkap tanpa perlawanan. Tidak ada senjata api atau pun alat ledak lainnya yang dibawanya. "Saat itu dia sendirian. Tidak ada perlawanan," kata Hari.

Setelah menangkap Delima, petugas langsung melaporkan ke tim Satgas Tinombala di posko operasi tersebut.

Kini Delima masih dalam proses penyelidikan. Delima tiba di Palu, Sulawesi Tengah, Sabtu, sekitar pukul 18.30 Wita. Dengan kawalan Satgas Operasi Tinombala bersenjata lengkap, Delima langsung dilarikan ke ruang IGD Rumah Sakit Bhayangkara, Palu.


Polisi menjaga RS Bhayangkara tempat istri kedua Santoso dirawat (Dio Pratama/Liputan6.com)

Di IGD, istri Santoso langsung diberikan perawatan. Namun karena akses yang dibatasi oleh petugas yang berjaga di pintu masuk IGD, tidak diketahui lebih lanjut sakit apa yang dialami wanita asal Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB) tersebut.

Sekitar setengah jam di ruang IGD, Delima kemudian dikeluarkan perawat menggunakan kursi roda menuju salah satu ruang perawatan.

Hingga kini Delima masih di ruang perawatan tersebut, belum ada konfirmasi resmi yang diperoleh dari pihak rumah sakit maupun polda perihal perawatan Delima.

Imbau Turun Gunung

Polisi mengimbau agar anggota kelompok sipil bersenjata Mujahidin Indonesia Timur (MIT) yang masih berada di lokasi persembunyian, segera turun gunung dan menyerahkan diri.

Menurut Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Boy Rafli Amar imbauan itu dilakukan untuk kebaikan mereka sendiri.

"Sudah ada imbauan agar mereka turun gunung. Imbauan ini kita harapkan efektif. Tujuan kita ingin agar mereka cepat kembali ke masyarakat," tutur Boy usai menghadiri acara Bhakti Kesehatan Polri 2016 di Gelanggang Olah Raga (GOR) Cendrawasih, Cengkareng, Jakarta Barat, Sabtu 23 Juli 2016.

Dia menekankan, dengan menyerahkan diri, polisi akan menjamin perlakuan baik bagi mereka. Terlebih, akan ada pemeriksaan kesehatan sehingga mereka bisa pulih dari kondisi tubuh yang rentan terserang penyakit pasca-bersembunyi di hutan.

Jejak kejahatan para buronan teroris Poso kelompok Santoso


"Tentunya apabila atas dasar keinginan yang tulus, kembali turun gunung, semua akan diperlakukan dengan sebaik-baiknya. Akan kita bantu semua proses pemulihan kondisi mereka. Dapat kita lakukan pemeriksaan proposional dan objektif," terang Boy.

Selain meminta anggota yang tersisa menyerahkan diri, dia meminta dua anggota Santoso yang kini menjadi buruan utama polisi (Basri dan Ali Kalora) menghentikan aktivitas mereka. Keduanya diduga sedang berupaya meneruskan langkah Santoso untuk memimpin MIT.

"Imbauan kepada mereka untuk tidak melanjutkan segala bentuk yang mereka lakukan. Basri, Ali Kalora, ada ke arah sana. Tapi kita berusaha persuasif imbau pada mereka, lebih bagus mereka turun gunung untuk mempertanggungjawabkan segala yang terjadi," Boy menjelaskan.

Saat ini, lanjut dia, pihaknya mengerahkan sebanyak 3.000 personel sebagai suksesor operasi penangkapan kelompok teroris Santoso.

"Satuan tugas seluruhnya 3.000 termasuk pendukung operasi. Tidak semua di lapangan. Ada administrasi, kesehatan, tim pengejaran. Terbagi dalam empat sektor," ujar Boy.

Menurut dia, perburuan para anggota teroris yang tersisa itu bakal dilakukan hingga 6 Agustus 2016. Setelah itu, Operasi Tinombala akan dievaluasi.

"Kalau tahap ini kan sampai 6 Agustus. Tentunya nanti setelah 6 Agustus, evaluasi akan dijalankan tergantung situasi nanti berapa bulan akan dilaksanakan. Karena operasi harus ada limitasi batasan waktu berkait pengerahan personel, sumber daya yang lain," kata Boy.

Santoso Dimakamkan

Kantong jenzah dibawa masuk petugas kepolisian ke ruang jenazah di RS Bhayangkara Palu, Sulawesi Tengah, Selasa (17/7). Dua jenazah diduga teroris Santoso alias Abu Warda dan Muhtar yang tewas dalam baku tembak itu akan diidentifikasi. (OLAGONDRONK/AFP)

Jenazah pemimpin kelompok sipil bersenjata Mujahidin Indonesia Timur (MIT) Santoso alias Abu Wardah telah diserahkan keluarga di RS Bhayangkara Palu, Sulawesi Tengah, Sabtu 23 Juli 2016 sekitar pukul 08.30 Wita.

Jenazah gembong teroris itu langsung diterima oleh adikSantoso.

Berdasarkan informasi yang dihimpun Liputan6.com, jenazah Santoso dimakamkan di Desa Lanto Jaya, Kecamatan Poso Pesisir, Kabupaten Poso.

Namun sebelum dimakamkan di Lanto Jaya, jenazah teroris tersebut lebih dulu disemayamkan di kediaman istrinya di Desa Tambarana, Kecamatan Poso Pesisir Selatan.

Pantauan di RS Bhayangkara jenazah Santoso dijemput oleh istrinya yang pertama bernama Suwarni dan beberapa kerabatnya.

Suwarni tak mau bicara saat menjemput jenazah sang suami. Sedangkan mobil yang ditumpangi Suwarni dan jenazah Santoso langsung meninggalkan ruang instalasi forensik.

Kabid Humas Polda Sulteng, AKBP Hari Suprapto sebelumnya mengatakan, di mana pun jenazah Santoso dimakamkan pihak Polda akan memberikan pengamanan.


Santoso awalnya dikenal sebagai pemuda yang biasa-biasa saja dan berhubungan baik dengan para tetangganya

"Biar semua merasa nyaman saat proses pemakaman. Jangan sampai terjadi hal-hal yang melanggar hukum, ini sesuai instruksi Bapak Kapolri juga," tandas Hari.

Dia mengatakan, polisi sudah membentuk satuan tugas (satgas) untuk mengamankan proses pemakaman Santoso. Satgas itu dipimpin langsung oleh Kapolres Poso AKBP Roni Prasetyo. "Disiapkan 500 personel (untuk pengamanan)," kata Hari.

Polisi sudah memeriksa DNA kedua jenazah dan dipastikan keduanya adalah Santoso dan Mukhtar.

Sementara itu, jenazah Mukhtar juga sudah diserahkan kepada keluarga. Mereka langsung membawanya ke rumah duka di Kelurahan Lambara, Kecamatan Tawaeli, Palu.

Jenazah anak buah Santoso itu dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum (TPU) kelurahan setempat.

Santoso tewas dalam baku tembak dengan Tim Alfa 29 dari TNI yang terjadi pada Senin 18 Juli lalu sekitar pukul 18.30 Wita. Kontak senjata itu terjadi di pegunungan Desa Tambarana, Kecamatan Poso Pesisir Utara.

Pertempuran itu pecah setelah adanya patroli yang dilakukan Tim Alfa di seputar tempat kejadian perkara. Selain menewaskan dua anggota MIT, Tim Alfa 29 juga menyita satu pucuk senapan organik jenis M-16 beserta beberapa amunisi aktif dan selongsong peluru.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya