Liputan6.com, Manado - Kepercayaan terhadap adanya satu kekuatan besar yang melekat pada benda-benda seperti batu dan pohon masih tetap ada di tengah era Facebook dewasa ini. Batu Niopo di Kota Manado misalnya, salah satu contoh wujud kepercayaan suku Bantik yang merupakan asal puak pahlawan nasional Robert Wolter Monginsidi.
Letaknya masih di dalam kota, tepatnya di Kelurahan Malalayang I, Kecamatan Malalayang, Kota Manado, Sulawesi Utara. Menjadi salah satu situs budaya, tak sembarangan orang bisa berkunjung ke Batu Niopo ini. Harus menemui terlebih dahulu Yohan Monginsidi, salah satu tua-tua adat suku Bantik.
“Sudah beberapa kali Dinas Pariwisata Kota Manado datang berkunjung. Berniat untuk menjadikan lokasi Batu Niopo ini sebagai objek wisata, namun belum kami setujui,” ujar Yohan kepada Liputan6.com, Kamis 21 Juli 2016.
Jarak rumah Yohan dari lokasi Batu Niopo hanya sekitar 20 meter. Dari rumah sederhana itu, tiap harinya Yohan menjaga peninggalan para leluhurnya itu.
Baca Juga
Advertisement
"Untuk bisa dibuka secara umum, kami harus meminta restu pada para leluhur, terutama Niopo yang merupakan penguasa jagad raya," ujar Yohan yang merupakan keponakan dari pahlawan Nasional Robert Wolter Monginsidi ini.
Yohan mengungkapkan, untuk bisa datang dan melihat, apalagi mengambil gambar batu Niopo, dia harus meminta izin dulu kepada para leluhur.
"Kalau diizinkan, kita bisa pergi dan mengambil gambar. Untuk masuk ke dalam pintu Batu Niopo harus melepas alas kaki," ujar salah satu tokoh adat Bantik yang ditugasi menjaga Batu Niopo ini.
Yohan lantas berbicara dengan bahasa suku Bantik kepada para leluhur. "Kedatangan cucu-cucu sekalian sudah diketahui oleh Niopo. Dia juga izinkan untuk masuk ke lokasi ritual ini. Namun sebelum ke sana, saya perlu jelaskan tentang keberadaan batu Niopo ini," ujar Yohan.
Dia mengungkapkan, Batu Niopo merupakan tempat keramat bagi Suku Bantik karena di situ diyakini ada leluhur Jopo Lramo, Sang Pencipta, sama seperti Tuhan, penguasa jagad raya.
"Ada pohon di dalam pusara itu diyakini tempat turunnya Jopo sehingga leluhur-leluhur suku Bantik berdoa memohon kepada Jopo. Kalau kita yakin Jopo itu ada, ya, berarti ada. Tapi kalau tidak, ya, tidak," ucap Yohan.
Batu Niopo ini oleh suku Bantik dipercaya sebagai tempat turun dan naiknya Sang Pencipta. "Dia kalau mau keliling jagad raya, naiknya dari sini. juga kalau mau turun, kembali ke sini,” ujar Yohan sambil menunjuk ke arah lokasi Batu Niopo.
Yohan memperlakukan tempat itu dengan penuh hormat. Dari rumahnya dia sudah melepas alas kaki. “Ayo kita pergi, Jopo Lramo sudah menunggu kita,” tutur Yohan.
Pria 71 tahun ini berjalan di depan, sambil berbicara dalam bahasa Bantik. Tiba di depan pintu masuk, Yohan kembali memberitahu dan meminta izin pada sang penguasa jagad raya.
"Kalian bisa mengambil gambar. Kalau ada yang ingin masuk ke dalam, terlebih dahulu melepas alas kaki," ujar dia.
Suku Bantik dan Tempat Sakral
Kompleks Batu Niopo ini berada di bawah pepohonan tua di areal sekitar satu hektare. Lokasi pemakaman itu berukuran 5 x 15 meter dipagari batu-batu.
"Yang bagian tengah ini makamnya sang penguasa jagad raya. Sementara di sekelilingnya adalah para pengawal," sebut Yohan.
Pada bagian depannya ada patung Robert Wolter Monginsidi berwarna kuning. "Monumen ini awalnya berada di Kecamatan Sario Manado, kemudian dipindahkan ke tempat lahirnya, yaitu di Malalayang sini, di mana suku Bantik menetap. Wolter adalah seorang anak suku Bantik," ia menambahkan.
Ditanya sejak kapan Batu Niopo ini ada, Yohan mengatakan jauh sebelum Kota Manado ada, batu itu sudah berada di lokasi tersebut. "Suku Bantik telah ada sejak dahulu kala. Sejak awal para leluhur-leluhur suku Bantik jadikan tempat ini untuk upacara spiritual dengan maksud dan tujuan bermohon kepada Yang Maha Kuasa, meminta petunjuk," kata dia.
Suku Bantik merupakan salah satu suku yang mendiami wilayah Sulawesi Utara, tersebar di sedikitnya enam kabupaten/kota.
"Ada 11 desa atau kelurahan yang didiami Suku Bantik. Sekarang mereka sudah menganut berbagai agama. Tapi kepercayaan leluhur ini masih tetap dijaga. Dan Batu Niopo ini menjadi pusat ritual suku Bantik," Yohan mengungkapkan.
Sebelum kembali ke rumahnya, dalam bahasa Bantik, Yohan kembali meminta izin sekaligus doa kepada Jopo Lramo untuk keselamatan umat manusia.
Selain Batu Niopo, di permukiman suku Bantik terdapat sejumlah batu yang juga disakralkan karena terkait legenda suku tersebut, seperti Batu Buaya.
Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Manado, Hendrik Waroka mengatakan, Batu Niopo, Batu Buaya, dan beberapa batu lainnya sebenarnya berpotensi menjadi objek wisata.
"Namun memang kendalanya situs-situs budaya ini sangat terikat dengan kepercayaan suku Bantik. Sehingga memang belum bisa dijadikan objek wisata yang terbuka untuk umum," ujar Hendrik, Sabtu 23 Juli 2016.
Hendrik mengatakan, pihaknya memang sudah membangun komunikasi dengan tetua adat Bantik. "Tapi sejauh ini belum ada jawaban apakah memang bisa dijadikan objek wisata atau tidak," ujar Hendrik.
Advertisement