Liputan6.com, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok menjadi saksi kasus suap raperda reklamasi teluk utara Jakarta dengan terdakwa mantan Presdir Agung Podomoro Land (APL) Ariesman Widjaja.
Dalam kesaksiannya, Ahok menjelaskan dirinya tidak tahu dengan adanya sejumlah pertemuan antara pengembang, legislatif dan juga eksekutif terkait pembahasan pulau reklamasi.
Advertisement
"Saya baru dilibatkan jika eksekutif yang mengalami kesulitan," ujar Ahok di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (25/7/2016).
Selain itu, Ahok juga menjelaskan alasannya kenapa tidak membongkar bangunan di Pulau D yang dinilai melanggar aturan. "Bangunan itu kita segel, tapi memang tidak kita bongkar," ucap Ahok.
Dia menyatakan, tidak semua bangunan yang melanggar harus dibongkar, pembangunan Pulau D bisa dilanjutkan dengan membayar denda setelah aturan reklamasi diselesaikan. "Ini tinggal menunggu aturan raperda," ujar dia.
Hal ini, sambung Ahok, berbeda dengan kasus pembangunan di daerah yang dilarang untuk membangun. "Misalnya membangun di jalur hijau, pasti kita bongkar. Saya sudah dua kali membongkar bangunan milik Agung Podomoro," ujar Ahok.
Diketahui, pada sidang sebelumnya jaksa telah menghadirkan saksi Ketua DPRD DKI Prasetio Edi Marsudi, Wakil Ketua DPRD DKI Mohamad Taufik, Ketua Fraksi Partai Hanura Mohamad Sangaji, dan Ketua Pansus Zonasi Selamat Nurdin hadir.
Suap ini bermula ketika akhir Januari 2016 Ariesman mengarahkan anak buahnya, Trinanda Prihantoro, untuk berkoordinasi dengan anggota DPRD DKI Mohamad Sanusi guna menyampaikan masukan-masukan dari APL dalam draf Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara (RTRKSP) Jakarta.
Pihak APL ingin Sanusi berupaya untuk menghilangkan pasal soal tambahan kontribusi sebesar 15 persen dari nilai NJOP total lahan yang dapat dijual. Pasal itu diupayakan agar tak dicantumkan di raperda, tetapi dituangkan dalam pergub.