Banjir Pasokan Bikin Harga Minyak Tertekan

Pasokan minyak besar terutama produk olahan seperti bensin belum diikuti permintaan sehingga menekan harga minyak.

oleh Agustina Melani diperbarui 26 Jul 2016, 05:01 WIB
Ilustrasi Tambang Minyak (iStock)

Liputan6.com, London - Harga minyak dunia turun lebih dari dua persen pada awal pekan ini. Pelaku pasar khawatir terhadap banjirnya pasokan minyak global dan permintaan belum terlalu besar menunda keseimbangan pasar yang sudah dinanti.

Berdasarkan data Genscape, persediaan minyak naik 1,1 juta barel di Cushing, Oklahoma. Hal itu turut menekan harga minyak pada pekan lalu. Selain itu, produk olahan minyak terutama bensin juga alami pasokan berlebih. Hal ini membuat investor kurang yakin keseimbangan di pasar akan cepat.

"Stok bensin berlebih, dan Anda memiliki sentimen yang belum mendukung permintaan dan memutar balikkan keadaan," ujar Robert Yawger, Senior Vice President Mizuho Securities USA, seperti dikutip dari laman Reuters, Selasa (26/7/2016).

Ia pun memangkas harga minyak untuk acuan Amerika Serikat menjadi US$ 40 per barel dari US$ 45 per barel. Pelaku pasar juga menilai, ancaman produksi minyak Amerika Serikat (AS) dan dolar AS yang menguat menambah sentimen negatif di pasar.

Harga minyak mentah AS turun US$ 1,06 per barel menjadi US$ 43,13 per barel setelah sentuh level terendah dalam 3 bulan di kisaran US$ 42,97. Sementara itu, harga minyak Brent melemah 97 sen menjadi US$ 44,72 per barel setelah sentuh level terendah sejak 10 Mei di kisaran US$ 44,55.

"Pasokan terus kembali menjadi gangguan mulai dari produk olahan yang pasokan berlebih, permintaan minyak mentah juga jatuh," tulis riset Morgan Stanley.

Sebelumnya penurunan produksi AS menjadi kunci untuk menyeimbangkan pasar saat harga minyak tertekan selama dua tahun ini. Namun tanda-tanda aktivitas pengeboran kembali muncul.

Barclays Bank menyebutkan kalau permintaan minyak global akan sedikit naik pada kuartal III. Hal itu lantaran dipengaruhi pertumbuhan ekonomi global, dan permintaan dari negara maju menyusut, dan sisi lain pertumbuhan China dan India telah melambat. (Ahm/Ndw)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya