Seimbang, Analisis Big Data Atas Sidang Kasus Suap Reklamasi

Respons dunia maya atas persidangan kasus suap reklamasi sore berlangsung seimbang.

oleh Muhammad Sufyan Abdurrahman diperbarui 26 Jul 2016, 13:08 WIB
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama saat menjalani persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta (25/7). Ahok hadir sebagai saksi dalam persidangan kasus suap proyek reklamasi terdakwa mantan dirut APL. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Liputan6.com, Jakarta - Respons dunia maya atas persidangan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) untuk kasus suap reklamasi dengan terdakwa Ariesman Widjaja, Senin (25/7/2017) sore, berlangsung seimbang.

Denny Charter, Direktur Eksekutif Indexpolitica, penyedia platform Big Data Analysis, mengatakan, saat sidang reklamasi berlangsung, telaah big data (percakapan di media sosial, media daring, hingga blog) memperlihatkan komposisi pro dan kontra Ahok yang relatif berimbang.

Indexpolitica mencatat ada 33 persen pembicaraan menyerang Ahok, 35 persen pembicaraan membela Ahok, dan 32 persen pembicaraan berlangsung netral pada 25 Juli tersebut.

"Tapi jika dibandingkan langsung pembicaraan positif dan negatif secara kualitatif, ada 51,4 persen pembicaraan membela Ahok dan 48,6 persen menyerang Ahok untuk kasus Reklamasi Teluk Jakarta," tutur Denny kepada Tekno Liputan6.com, Selasa (26/7/2016).

Jika dilihat dari viralitas, dalam cuplikan data Indexpolitica periode 23 Juni s.d. 25 Juli 2016, big data menunjukkan kian banyak netizen yang membahas isu Ahok dan suap reklamasi (lihat grafis warna kuning).

Sementara isu yang santer sebelumnya yakni RS Sumber Waras (lihat grafis warna coklat), kian melandai dan jarang dibicarakan warga dunia maya sejak 17 Juni 2016 lalu.

Foto dok. Liputan6.com


Alumnus Telkom University ini menambahkan, kapan pun periodenya, ada dua isu utama yang selalu menjadi serangan terhadap Ahok. Keduanya adalah isu korupsi pengadaan tanah di RS Sumber Waras serta isu Reklamasi Teluk Jakarta tersebut. Keduanya selalu timbul tenggelam dalam percakapan di dunia maya, tergantung pada momen politik yang terjadi.

(Msu/Why)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya