Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM dinilai menjadi pihak yang bertanggungjawab atas serbuan tenaga kerja asing (TKA) Tiongkok ke Indonesia. Pasalnya izin kunjungan wisata yang keluarkan malah disalahgunakan untuk bekerja.
Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu, Arief Poyuono mengatakan, serbuan tenaga kerja ilegal asal Tiongkok saat ini sudah tidak terbendung lagi. Para pekerja tersebut marak bekerja di proyek-proyek PLTU dan sektor pertambangan.
"Memang kebanyakan mereka itu adalah pekerja yang bekerja di proyek-proyek yang didanai oleh investor Tiongkok. Namun saat ini, tren TKA ilegal Tiongkok yang mengincar sektor lain pun mulai meninggi," ujar dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (27/7/2016).
Sebenarnya, lanjut dia, sudah lama para pekerja asing dari Tiongkok bekerja di Indonesia dengan menggunakan visa turis dan bukan visa bekerja. Para pekerja tersebut juga tidak bisa berbahasa Indonesia maupun Inggris.
“Ini jelas menjadi ancaman bagi pekerja Indonesia, karena porsi lapangan kerja akan berkurang. Dan juga tidak ada kesempatan bagi pekerja kita yang harus bekerja pada proyek-proyek dan sektor usaha yang dihasilkan dari investor Tiongkok,” kata dia.
Baca Juga
Advertisement
Menurut Arief, banyaknya pelanggaran izin yang dilakukan TKA Tiongkok membuktikan belum adanya pengawasan yang ketat pada para TKA ini. Tidak hanya Kementerian Ketenagakerjaan, salah satu pihak yang paling bertanggung jawab dalam kasus ini adalah Direktor Jenderal Imigrasi.
Pasalnya, pihak Imigrasi tidak secara teliti ketika memberikan visa turis on arrival kepada warga negara Tiongkok. Padahal WNA Tiongkok tersebut menggunakan visa turis untuk bekerja.
“Jadi Imigrasi perlu bekerja lebih keras dalam hal pengawasannya terhadap warga negara asing. Tidak hanya dari Tiongkok, tetapi juga dari negara lain, Afrika dan Timur Tengah,” kata dia.
Selama Januari hingga pekan ke-3 Juli 2016, Direktorat Jenderal Imigrasi telah memproses 5.044 kasus terkait tindakan administrasi keimigrasian (TAK). Dari jumlah itu, 2.856 orang asing berhasil dideportasi oleh pihak Imigrasi.
Sedangkan dari 10 negara, warga negara China merupakan terbanyak yang melakukan pelanggaran TAK yaitu 1180 orang. Kemudian diikuti Afganistan 411 orang, Bangladesh 172 orang, Filipina 151 orang dan Irak 127 orang.
Sementara itu menanggapi hal ini, Kepala Biro Humas Kementerian Hukum dan HAM, Effendy Perangin Angin menjelaskan, untuk mengantisipasi TAK, pihaknya telah melakukan pengetatan pengawasan terhadap orang asing dengan membentuk Tim Pengawasan Orang Asing (Tim PORA).
Tim ini beranggotakan para petugas dari Dinas tenaga Kerja, Polisi, TNI dan Direktor Jenderal Imigrasi. Menurut Effendy, hal ini dilakukan untuk menekan terjadinya pelanggaran sejak diberlakukannya bebas visa bagi warga asing ke Indonesia.
"Peraturannya sudah jelas. Semua pelanggaran harus diproses secara hukum. Jika terbukti melanggar, maka Imigrasi akan mendeportasi warga negara asing itu," tandas dia.