Dubes Galluzin: Rusia Tak Terlibat Skandal Email Demokrat AS

Dubes Galuzin menyebut politik AS lemah jika Presiden Obama berpikir Rusia dapat mempengaruhi pemilu AS.

oleh Nurul Basmalah diperbarui 27 Jul 2016, 17:41 WIB
Menanggapi pernyataan Obama, dubes Galuzin menyebut politik AS lemah, jika dia mengira Rusia dapat mempengaruhi pemilu AS (liputan6.com).

Liputan6.com, Jakarta - Belum lama ini, Presiden Amerika Serikat (AS) Barack Obama angkat bicara terkait skandal email yang melanda petinggi Partai Demokrat. 

Kecurigaan akan adanya campur tangan Presiden Rusia, Vladimir Putin, mulai tak terelakkan dan tak dikesampingkan oleh Obama.

Presiden AS itu beranggapan hal tersebut 'mungkin terjadi'. Terlebih lagi, capres asal Partai Republik, Donald Trump, sering mengungkapkan kekagumannya terhadap Putin.

"Semuanya mungkin terjadi. Terlebih lagi Trump mendapatkan dukungan media yang luar biasa di Rusia," kata Obama.

Ditemui di kediamannya, Duta Besar Federasi Rusia di Indonesia, Mikhail Galuzin, menanggapi pernyataan Obama. Ia mengatakan bahwa negaranya tidak memiliki hubungan apa-apa terkait pembocoran email tersebut.

"Saya tegaskan, Rusia tidak terlibat dalam masalah kebocoran ini. Siapa pun yang menjadi dalang penyebaran isu tersebut, hanya ingin membuat Barat termasuk AS fobia terhadap Rusia," kata Galuzin.

"Aku sangat terkejut Presiden Obama berpikir bahwa Rusia bisa mempengaruhi pemilu AS. Jika dia (Obama) memang berpikir demikian, berarti politik AS lemah," ujar dubes.

Galuzin juga mengatakan bahwa Rusia tidak pernah berniat untuk ikut campur dalam urusan politik domestik suatu negara termasuk AS.

"Kami mulai berpikir bahwa, Barat beranggapan Rusia-lah yang bertanggung jawab atas segala kekacauan yang terjadi di beberapa negara. Dugaan tersebut merupakan salah satu contoh fobia Rusia yang tersebar di politik Barat," kata Galuzin. 

Dubes Galuzin juga menyatakan bahwa Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov, juga telah menanggapi isu tersebut dalam suatu pertemuan yang diadakan beberapa hari yang lalu. 

Sementara itu, menanggapi serangan udara militer Rusia di perbatasan Yordania dan Suria -- menewaskan setidaknya 12 pengungsi -- Galuzin menyatakan bahwa sejauh ini pihaknya belum mendapatkan laporan yang menyatakan jet tersebut milik Rusia. 

"Rusia tidak akan pernah menyerang permukiman warga sipil ataupun fasilitas umum. Kami menargetkan ISIS, bukan warga sipil," jelas dia. 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya