Liputan6.com, Jakarta - Panggung sensasi. Rasanya pas bila periode transfer di sepak bola Internasional, terutama Eropa, disebut dengan istilah itu. Maklum, pada periode ini, sensasi bisa terjadi kapan saja. Pelakonnya pun bisa siapa saja.
Baca Juga
Advertisement
Sensasi terbaru tentulah Gonzalo Higuain yang diangkut Juventus dengan nilai fantastik, 90 juta euro. Di Italia, dia memecahkan dua rekor sekaligus. Pertama, rekor Hernan Crespo sebagai pembelian termahal klub Italia. Saat diangkut Lazio dari AC Parma pada 2000-01, Crespo dihargai 55 juta euro.
Kedua, nilai Higuain adalah transfer terbesar yang melibatkan klub Italia. Nilai transfernya melampaui Zinedine Zidane yang berbanderol 73,5 juta euro saat dilepas Juventus ke Real Madrid pada 2001-02.
Di daftar rekor transfer sepanjang masa, Higuain juga termasuk yang termahal. Dia berada di posisi ketiga. Hanya duo Real Madrid, Gareth Bale dan Cristiano Ronaldo, yang lebih mahal darinya. Bale dibeli 101 juta euro dari Tottenham Hotspur pada 2013-14. Sementara itu, Ronaldo diangkut dari Manchester United pada 2009-10 dengan harga 94 juta euro.
Higuain memang sudah lama dirumorkan bakal hengkang dari Napoli. Klub-klub papan atas Eropa, salah satunya Arsenal, kerap dihubung-hubungkan dengan striker asal Argentina tersebut. Namun, tak ada yang menyangka dia akan hijrah ke Juventus dengan harga fantastik. Dalam valuasi terakhir Transfermarkt.de pada 15 Juli lalu, Higuain hanya bernilai 65 juta euro.
Kubu Napoli tentu saja meradang oleh transfer itu. Dari seorang pahlawan yang dipuja-puja, Higuain kini menjadi pesakitan yang dicaci maki oleh para fans I Partenopei. Aurelio De Laurentiis, sang pemilik, tak ragu menyebutnya pengkhianat, terutama karena menyeberang ke Juventus, rival Napoli di Serie-A.
win-win solution
Toh, pada akhirnya, setiap transfer adalah win-win solution. De Laurentiis boleh saja mencak-mencak, tapi berkat transfer itu, Napoli mendapatkan banyak uang. Kapan lagi I Partenopei bisa mendapatkan 90 juta euro dari penjualan satu pemain? Lagi pula, 90 juta euro dari Juventus itu hanya berselisih 4,7 juta euro dari buyout clause Higuain.
Prinsip “iraha deui?” (kapan lagi) ketika menghadapi tawaran selangit sudah ditunjukkan klub-klub lain. Lihat saja Tottenham Hotspur saat melepas Bale, VfL Wolfsburg ketika menjual Kevin De Bruyne, sampai Man. United kala membiarkan Ronaldo pergi.
“Ketika bicara uang 50 juta euro atau 60 juta euro, Tottenham masih bisa menolak. Tapi, ketika itu naik jadi 100 juta euro, mana bisa tahan? Man. United saja tak bisa diam dalam transfer Ronaldo,” kata David Pleat, eks manajer Tottenham, kepada TalkSport saat gonjang-ganjing transfer Bale pada 2013.
Di sisi Higuain dan Juventus, transfer itu sesuai dengan ambisi dan misi yang dimiliki. Dalam umur 28 tahun, Higuain tak lagi bisa menunggu lama untuk mencicipi kembali juara liga yang terakhir kali dirasakan bersama Madrid pada 2011-12.
Dia juga tentu menginginkan juara Liga Champions yang justru dua kali direbut Madrid pasca kepergiannya.Di Juventus, kans merebut dua gelar itu lebih terbuka ketimbang bertahan di Napoli.Patut diingat, musim lalu, meski Higuain mencetak 36 dari total 80 gol Napoli,Scudetto tetap saja gagal diraih.
Hal itu juga selaras dengan misi Juventus musim 2016-17. Pada April lalu, allenatore Massimiliano Allegri dengan tegas menyatakan Liga Champions sebagai target utama musim 2016-17. “Tahun depan, kami harus menargetkan juara di Liga Champions. Hanya fokus di Serie-A akan jadi kemunduran bagi kami,” kata dia kepada Goal.com.
Bila melihat aktivitas transfer sejauh ini, Juventus sepertinya bukan hanya membidik Liga Champions. Mereka sepertinya berhasrat mengawinkan Scudetto dengan trofi Big Ear. Itu sesuatu yang belum pernah digapai Juventus. Bahkan, mungkin juga mereka menginginkan treble winners.
Indikasi itu cukup kuat. Juventus sangat serius membenahi skuatnya. Kedatangan Higuain, Miralem Pjanic, Daniel Alves, Marko Pjaca, dan Medhi Benatia membuat La Vecchia Signora kini bisa membentuk dua tim dengan kekuatan tak terpaut jauh. Ini akan membuat mereka lebih optimistis menjalani Liga Champions, tak perlu lagi takut berhadapan dengan siapa pun.
Secara khusus, karena didapatkan dari rival utama, Pjanic dan Higuain membuat posisi Juventus kian tanpa lawan di Serie-A. Beberapa pihak bahkan tak ragu menyebut Juventus mengambil langkah seperti Bayern Muenchen yang selalu berusaha menggembosi para rival berat dengan membajak para pemain terbaik di Bundesliga. Karena di atas kertas tak akan tertandingi di Serie-A, La Vecchia Signora bisa lebih fokus di Liga Champions.
Kepentingan Agen
Fenomena transfer yang kian mengerdilkan arti loyalitas ini mengundang komentar dari Francesco Totti yang selama seperempat abad hanya berbaju AS Roma. Kepada Gazzetta World, dia berujar, “Tak banyak lagi atlet yang mengikuti kata hati. Mereka memilih pergi ke tempat lain demi merasakan lebih banyak kemenangan dan mendapatkan lebih banyak uang. Mereka seperti gipsi. Jika hanya memikirkan uang, saya pasti sudah meninggalkan Roma, sepuluh tahun lalu.”
Refleksi terbaik soal ini tentu saja Mario Goetze yang akhirnya kembali ke Borussia Dortmund, setelah tiga musim berkostum Bayern. Dalam pengakuan yang disampaikan melalui akun Facebook, dia menyatakan pindah ke Bayern pada 2013-14 adalah sebuah kekeliruan dan tak akan dilakukan bila pada saat ini.
Putusan pindah atau bertahan memang tidak mutlak dibuat pemain yang bersangkutan. Orang-orang di sekelilingnya juga berpengaruh. Sebut saja keluarga dan agen. Dalam buku Quiet Leadership: Winning Hearts, Minds and Matches, Carlo Ancelotti mengakui pengaruh kuat agen dalam proses transfer.
“Sekarang ini, para agen memainkan peran sangat besar dalam perekrutan pemain,”kata Ancelotti. “Di sepak bola, agen bisa mewakili kedua belah pihak. Ini berbeda dengan di dunia olahraga Amerika Serikat. Di sana, agen hanya mewakili satu pihak. Ketika seorang agen bertindak atas nama kedua belah pihak, bagaimana kita bisa yakin mana yang dia beri komitmen lebih besar?”
Celakanya, agen juga punya kepentingan tersendiri. Bagaimanapun, uang adalah urusan paling penting bagi mereka. Perpindahan pemain dengan nilai transfer besar tentu akan mendatangkan komisi yang juga besar.
Itu sebabnya gonjang-ganjing kepindahan Paul Pogba dari Juventus ke Man. United masih terus bergulir. Mino Raiola, agenPogba, seperti tak henti berusaha mewujudkan kepindahan kliennya. Maklum, andai tercapai kesepakatan transfer sebesar 125 juta euro, dia akan mengantongi komisi 25 juta euro!
Pengaruh besar agen juga sepertinya berlaku dalam kasus Goetze.Akhir Mei lalu, di tengah rumor terkait masa depannya di Bayern,pemain berumur 24 tahun tersebut berpisah dari agennya, Total Sport milik Volker Struth. Ada indikasi, pihak Goetze merasa“disesatkan” oleh Struth, salah satunya dalam transfer dari Dortmund ke Bayern pada 2013.
Kini Goetze yang diageni Peter Duvinagesudah menentukan pilihan, yakni mengikuti kata hatinya untuk kembali ke Dortmund, sang alte liebesekaligusechte liebe. Di sana, dia bertekad menyatukan kembali puing-puing cinta yang berserakan karena pengkhianatannya tiga tahun lalu.
Goetze bukan hanya harus merebut kembali cinta para fans Die Schwarzgelben, melainkan juga merajut kembali bromance (partner) dengan Marco Reus yang dulu begitu kuat. Bukan apa-apa, Reus kini sudah memiliki bromance yang tak kalah kental dengan orang lain, striker Pierre-Emerick Aubameyang.
*Penulis adalah jurnalis, komentator dan pengamat sepakbola. Komentari kolom ini @seppginz.
Advertisement