Liputan6.com, Solo - Terpidana mati Merry Utami memiliki kenangan yang indah saat menghabiskan masa kecilnya di sebuah kampung di dalam tembok Keraton Solo, Jawa Tengah. Saking mengenangnya, Merry Utami pun memberikan sebuah hadiah istimewa untuk salah seorang teman kecilnya di kampung tersebut.
Salah satu teman masa kecil Merry Utami yang tidak mau disebutkan namanya itu menceritakan jika Merry kecil saat itu pindah ke Solo dari Jakarta saat masih sekolah tingkat SD. Merry ikut bersama orang tuanya untuk pindah di rumah keluarga neneknya di Wirengan, Baluwarti, Pasar Kliwon, Solo.
Advertisement
"Setelah pindah di sini, saya merupakan teman dekatnya Merry saat bermain. Saya juga teman sekolah saat pindah sekolah di sini," kata dia di Solo, Kamis 28 Juli 2016.
Di mata sahabatnya ini, Merry merupakan orang yang sangat baik dan sangat peduli. Hanya saja pertemanan itu hanya berjalan sekitar tiga tahun lamanya. Sebab, saat itu, Merry harus pindah ke kota lain.
"Kami berteman kira-kira selama tiga tahun tetapi kami sudah sangat akrab. dia juga sering tidur di rumah saya. Terus kalau sehabis pulang sekolah juga main bareng di rumah saya," ujar dia.
Pertemanan itu kian berlanjut ketika mereka sudah dewasa. Bahkan, saat mendekam di penjara, Merry juga saling bertukar kabar dengan sahabat masa kecilnya ini. "Kadang dia yang mulai kirim pesan SMS. Kalau pas kontak-kontakan cuma minta doa saja. Hanya doa dan doa yang selalu diminta. Apalagi saya juga aktif di pelayanan gereja," dia membeberkan.
Pertemuan di Penjara
Setelah saling menjalin komunikasi, lantas keduanya pun melakukan pertemuan di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Tangerang, Banten, tempat Merry Utami di sel. "Sekitar tahun 2015 lalu, kami bisa face to face dengan Merry. Saya belain ke Tangerang supaya bisa bertemu dengan Merry," ia menuturkan.
Dalam pertemuan itu, sang sahabat kecilnya ini membawakan buku-buku doa, serta peralatan untuk ibadah Merry Utami di penjara. "Kalau di penjara kan terbatas perlengkapannya maka saya sengaja membawakan alat-alat untuk pelayanan ibadah serta buku berisi doa-doa," ia menambahkan.
Selama bertemu di penjara, Merry banyak bercerita tentang pengalamannya hidup di penjara. Selain itu juga bercerita soal cerita nostalgia saat masa kecil mereka habiskan bersama di Solo.
"Merry sempat menanyakan masakan ibu saya yang selalu dikangeninya, yaitu otak goreng telur dan bakmi. Dulu kalau oleh ibu saya dimasukkan otak goreng telur, Merry sangat menyukainya," kata dia.
Setelah puas mengobati rasa rindu bertemu di lapas, selanjutnya mereka pun berpisah. Merry pun tak lupa memberikan hadiah spesial untuk sahabat kecilnya itu, yakni pohon Natal berukuran tinggi sekitar 20 cm, sampul Injil yang terbuat dari anyaman mote serta pas foto Merry Utami yang berukuran 4 x 6 cm plus di belakangnya tertulis 'Merry Utami Blok Dahlia'.
"Hadiah yang diberikan Merry merupakan hasil kerajinan tangannya yang dikerjakan selama di penjara," ia menjelaskan.
Sebagai sahabat, dia pun tidak percaya jika Merry melakukan tindakan seperti itu. Untuk itu, ia pun berharap eksekusi mati yang diperuntukkan kepada Merry Utami bisa dibatalkan. "Setiap kali mendengar berita Merry, saya selalu menangis. Merry tidak seperti itu. Merry hanya korban," dia menandaskan.