Liputan6.com, Banda Aceh - Gejolak di Turki merembes ke Tanah Air. Sejumlah sekolah yang ditengarai berafiliasi ke ulama sufi Fethullah Gulen diminta untuk berhenti operasi. Termasuk dua sekolah Fatih di Kota Banda Aceh, Provinsi Aceh.
Pascaupaya kudeta, Turki menutup lebih 1.043 sekolah swasta dan mencabut lisensi lebih 20 ribu tenaga pendidik. Dalam siaran pers Kedutaan Besar atau Kedubes Turki disebutkan bahwa sejumlah sekolah Turki di Indonesia terkait dengan jaringan teroris.
Terkait hal itu, suasana dan aktivitas belajar di Sekolah Teuku Nyak Arif Fatih Bilingual School di Aceh berlangsung seperti biasa. Pihak sekolah menilai tuduhan dan perintah penutupan sekolah tersebut yang disampaikan Kedubes Turki di Indonesia tidak mendasar.
"Yang jelas kami pastikan bahwa isu itu tidak benar dan kami menolak atas tuduhan itu semua," ujar Kepala Sekolah SMP dan SMA Teuku Nyak Arif Fatih Bilingual School Putri Banda Aceh, Jumat (29/7/2016).
Baca Juga
Advertisement
Sejauh ini, kata dia, pihaknya juga belum menerima surat langsung dari pemerintah Turki yang ditujukan ke sekolah tersebut. "Sekolah ini berdiri resmi dari hasil pemikiran masyarakat Aceh," ujar dia.
Sabar menjelaskan, Fatih Putri yang berdiri di bawah Yayasan Teuku Nyak Arif ini sama sekali tidak ada kaitan dengan Fethullah Gulen, seperti yang dituduhkan pemerintah Turki.
Menurut dia tidak ada alasan yang mendasar bagi pemerintahan Turki meminta pemerintah Indonesia untuk menutup sekolah-sekolah yang ada kerja sama dengan Turki. Soal sekolah Fatih yang sudah dibangun sejak beberapa tahun lalu merupakan hak Indonesia untuk mengaturnya.
"Indonesia adalah negara berdaulat, tidak bisa diatur-atur oleh negara lain. ini urusan pribadi Indonesia jadi tidak ada urusan dengan mereka. Kami di sini fokus mendidik anak-anak," ia menegaskan.
Bantahan Sekolah Kesatuan Bangsa Yogya
Selain di Aceh, Sekolah Kesatuan Bangsa Billingual School di Jalan Wates KM 10 Argomulyo, Sedayu, Bantul, Yogyakarta juga disentil.
Kepala Sekolah Kesatuan Bangsa School Yogyakarta Ahmad Nurani membantah bahwa sekolah yang dipimpinnya masih berhubungan dengan Turki. Sekolah Kesatuan Bangsa adalah milik orang Indonesia dan tidak ada kaitannya dengan Fetthullah Gullen, lawan politik pemimpin Turki sekarang.
Dia menegaskan, pihaknya membantah jika sekolahnya dikaitkan dengan organisasi terlarang di Turki. Sekolahnya pun saat ini berada di bawah Yayasan Kesatuan Bangsa Mandiri yang juga milik orang Indonesia.
"Saya klarifikasi Sekolah Kesatuan Bangsa sepenuhnya milik orang Indonesia, dimiliki Yayasan Kesatuan Bangsa Mandiri ketuanya Prof Suharyadi, ketua pembinanya Probosutedjo," ucap dia di Sekolah kesatuan Bangsa, Jumat (29/7/2016).
Nurani mengatakan, jika sekolahnya yang berdiri tahun 2011 lalu pernah kerja sama dengan Pasiad Turki. Namun saat ini sudah tidak berlangsung karena peraturan dari Kemendikbud terkait status sekolah yang memiliki tenaga kerja asing.
Alhasil, saat ini sekolah secara mandiri mencari guru pengajar. Sebelumnya tenaga pengajar dilakukan oleh PASIAD.
Nurani menyatakan kerja sama dengan PASIAD hanya di bidang manajemen pendidikan dan bukan di bidang politik. Menurut dia, Sekolah Kesatuan Bangsa murni hanya mengurusi tentang pendidikan dan tidak ada terkait politik.
Dia menambahkan, jika pihak sekolah sebelumnya tidak pernah mendapat pemberitahuan dari Kedubes Turki terkait Embassy Annoucement organisasi berhubungan dengan PASIAD. Selain kedubes sebelumnya juga belum pernah memberikan informasi rekam jejak PASIAD.
Reaksi Pemerintah Indonesia
Sementara itu permintaan Kedutaan Turki untuk menutup sekolah yang berkaitan dengan Fethullah Gullen di Indonesia masih dikaji oleh pemerintah Indonesia.
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengaku masih mendalami hal ini serta menelisik kerja sama yang dilakukan. "Apakah dengan sekolah atau madrasah kalau di Indonesia," ujar dia seusai menutup acara Jambore Pasraman Tingkat Nasional IV di Hotel Sheraton, Yogyakarta, Jumat ini.
Ia menjelaskan, apabila kerja sama dilakukan dengan sekolah maka kewenangan di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, sedangkan Kementerian Agama mencermati kerja sama yang dilakukan dengan madrasah.
"Nanti akan kami sampaikan kebijakannya setelah selesai mencermati," ucap dia.
Kebijakan kedutaan Turki tersebut dikeluarkan pasca gagalnya kudeta militer. Seorang ulama bernama Fethullah Gullen diduga sebagai orang di belakang insiden kudeta.
Advertisement