Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak naik tipis perdagangan Jumat (Sabtu pagi WIB) setelah menyentuh posisi terendah dalam tiga bulan akibat aksi jual selama seminggu yang didorong melimpahnya pasokan global.
Harga minyak mencetak penurunan bulanan hampir 15 persen, kerugian bulanan terbesar dalam satu tahun untuk minyak mentah AS.
Pertumbuhan ekonomi lebih lambat dan tingginya persediaan minyak mentah dan produk olahan telah menekan harga minyak jenis Brent dan West Texas Intermediate (WTI).
Advertisement
Dikutip dari Reuters, Sabtu (30/7/2016), harga minyak Brent untuk pengiriman September mencapai US$ 42,46 per barel, turun 0,6 persen. Harga minyak Brent tergerus 14,5 persen pada bulan ini. Ini adalah penurunan bulanan terbesar untuk Brent sejak Desember.
Untuk pengiriman Oktober, harga minyak Brent naik tipis US$ 30 sen per barel, setelah menyentuh level terendah sejak 19 April 2016 di level US$ 42,52 per barel.
Harga minyak jenis WTI untuk pengiriman September naik tipis US$ 46 sen atau 1 persen menjadi US$ 41,6 per barel, setelah tergelincir di bawah US$ 41 untuk pertama kalinya sejak 20 April atau mencetak penurunan bulanan terbesar sejak Juli 2015 sekitar 14 persen.
Namun, harga minyak mentah tetap naik 55 persen setelah sempat menyentuh posisi terendah 12 tahun dari US$ 26 sampai US$ 27 pada kuartal pertama. Tapi pemulihan memudar setelah harga di atas US$ 45 per barel.
Minyak mentah yang murah telah menyebabkan produsen menghasilkan lebih banyak bahan bakar di seluruh dunia sehingga menambah pasar kelebihan pasokan.
Perusahaan minyak Exxon Mobil Corp (XOM.N), BP Plc (BP.L), Royal Dutch Shell Plc (RDSa.L) dan Chevron Corp (CVX.N) masing-masing memiliki kinerja keuangan yang memburuk pada kuartal II 2016 karena rendahnya margin penyulingan minyak.
Kabar baiknya, analis dalam survei Reuters mengatakan mereka memperkirakan harga minyak akan lebih tinggi tahun ini berdasarkan pertumbuhan permintaan. (Ndw/Ahm)