Kisah Nur Rohim Selamatkan Warga Depok dari Kotoran Sapi

Rohim mendapat ide ini dari perusahaan yang bergerak di bidang energi.

oleh Ady Anugrahadi diperbarui 30 Jul 2016, 12:57 WIB
Rohim mendapat ide ini dari perusahaan yang bergerak di bidang energi. (Liputan6.com/Ady Anugrahadi)

Liputan6.com, Depok - Kotoran sapi di Jalan Kemakmuran, Sukmajaya, Depok, Jawa Barat, bukan lagi hal menjijikkan bagi warganya. Limbah hewan pedaging ini justru mendatangkan keuntungan besar bagi mereka yang memanfaatkan.

Di antaranya memanfaatkan menjadi energi baru berupa biogas, yang dapat menghasilkan aliran listrik sebagai sumber penerangan. Selain itu, juga dapat menjadi sumber pemanas untuk memasak.

Itulah yang coba dicetuskan Nur Rohim, yang merupakan pendiri Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Sekolah Masjid Terminal.

Rohim mendapat ide ini dari perusahaan yang bergerak di bidang energi. Dia diajarkan cara memanfaatkan kotoran hewan menjadi energi.

Tak hanya ilmu, Rohim kini mendapat alat yang bisa mengubah kotoran hewan menjadi energi listrik dan sumber gas, sehingga kotoran sapi dapat bermanfaat bagi warga.

Alat itu bernama biodigester yang berbahan dasar dari logam. Di dalam alat ini terdapat reaktor yang dapat menghasilkan gas metan untuk penyuplai listrik dan gas.

Wajah Rohim terlihat semringah ketika perwakilan perusahaan itu memaparkan cara pengaplikasian biodigester.

Cara kerja biodigester untuk menghasilkan gas metan adalah sebagai berikut. Pertama, kotoran sapi dialirkan dari kandang ke kolam melalui got atau pipa.

Kemudian kotoran sapi itu dicampur air dengan perbandingan 1:1 guna mengencerkan kotoran. Lalu, kotoran itu dimasukkan ke dalam reaktor berbentuk bulat untuk difermentasi, hingga mengeluarkan gas metan.

"Inilah yang dimanfaatkan menjadi sumber energi seperti listrik dan gas. Cara penggunaan alatnya ini cukup mudah dan simpel, asalkan mau belajar. Jadi, kotoran hewan ini pun bukan lagi menjijikkan bagi warga. Tetapi sangat menguntungkan sekali," kata Rohim di Depok, Jumat, 29 Juli 2016.

Untuk menghasilkan 60 persen atau 3,67 m3 gas metan, dibutuhkan kotoran dari 20 sapi. Dari 60 persen gas metan itu dapat menghasilkan daya listrik 600 Watt, sedangkan untuk gas memasak menghasilkan satu kilogram biogas.

"Karena daya tampung kecil maka yang dihasilkan seperti ini. Jika ingin mendapatkan lebih aliran listrik, ya dibutuhkan juga banyak kotoran sapi," kata dia.

"Makanya kami kembangkan ini agar dimanfaatkan warga sekitar, jadi tidak perlu lagi mengeluarkan uang banyak untuk biaya listrik dan membeli gas. Ya, bisa dibilang menghemat keuangan," sambung Rohim tersenyum.

Keluhan Warga

Rohim mengungkapkan tercetusnya pemanfaatan kotoran sapi, tak lepas dari keluh kesah warga yang merasa lingkungannya tercemar hewan pemakan rumput itu. Dia pun berupaya mencari solusi.

"Karena warga komplain, akhirnya saya putar otak dan akhirnya perusahaan ini memberikan jalan keluar dalam memanfaatkan kotoran hewan sebagai barang yang bermanfaat," kata dia.

Dari gas metan tersebut kini dapat menerangi tujuh rumah dengan daya 100 Watt, sedangkan untuk gas dapat dipergunakan warga untuk memasak selama tiga hari.

Jika dikalkulasikan, warga dapat menghemat Rp 300 ribu per bulan. Jika biodigester berkapasitas besar atau mampu menampung lebih dari empat ton kotoran sapi, maka satu desa bisa mendapatkan penerangan listrik. Malahan, 600 kepala keluarga dapat memanfaatkan biogas untuk memasak.

"Karena alatnya kecil, maka baru lima sampai enam rumah yang dapat memanfaatkan aliran listrik dan biogas. Seandainya alat yang diberikan besar, mungkin satu kampung ini tidak lagi harus menggunakan PLN dan beli gas ke warung," ujar Rohim.

Sementara, Ketua Ikatan Ahli Perminyakan Indonesia Chapter Qatar Wing Yudiarto menuturkan alasan pihaknya membantu  peternakan milik Sekolah Master ini, supaya masyarakat bisa menikmati energi listrik dan gas secara cuma-cuma.

"Kalau misalnya punya ternak seperti ini, setidaknya bagaimana caranya bisa memanfaatkan kotoran, untuk menghidupkan dan mengembalikan negeri ini bisa dimanfaatkan di masyarakat," ucap dia.

Pria yang biasa dipanggil Wing itu berharap agar jejaknya dapat diikuti perusahaan lain, yang bergerak dalam bidang energi.

"Bisa membuka kesempatan lebih banyak lagi. Kalau ada tenaga profesional di luar negeri mana pun bisa bekerja sama dengan Sekolah Master atau sekolah yang lainnya," Wing memungkasi.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya