Sindiran Rahasia di Balik Monumen Berbentuk Alat Kelamin Pria

Warga Cirebon mengenal monumen berbentuk alat kelamin pria itu sebagai watu celek.

oleh Panji Prayitno diperbarui 01 Agu 2016, 10:05 WIB
Warga Cirebon mengenal monumen berbentuk alat kelamin pria itu sebagai watu celek. (Liputan6.com/Panji Prayitno)

Liputan6.com, Cirebon - Cirebon merupakan salah satu daerah di kawasan Pantura yang banyak memiliki cerita sejarah dan warisan budaya. Salah satu peninggalan budaya di Cirebon adalah Watu Celek, yakni monumen mini berbentuk alat kelamin laki-laki.

​Monumen itu berada tepat di samping makam kuno Datuk Pardun. Tepatnya di Jalan Siliwangi, Kota Cirebon, sebelah selatan Bank BJB Kota Cirebon.

Filolog Cirebon, Oppan Raffan Hasyim, menjelaskan hanya ada satu manuskrip yang menjelaskan soal monumen mini tersebut, yakni Sejarah Akhir Cirebon (tanpa tahun penulisan). 

"Dalam manuskrip tersebut dinyatakan, Watu Celek merupakan ejekan atau sindiran terhadap cucu Syekh Siti Jenar, Datuk Pardun, yang memiliki birahi kekuasaan sangat tinggi seperti kakeknya," tutur Oppan, Minggu, 31 Juli 2016.

​Oppan belum berani menyebutkan siapa pencipta monumen tersebut. Hanya, dalam manuskrip tersebut tercatat monumen Watu Celek berdiri pada masa pemerintahan Panembahan Ratu sekitar akhir 1590-an.  

"Jadi tidak benar, jika pencipta Watu Celek tersebut adalah Pangeran Arya Wira Celek, seperti yang diucapkan seorang budayawan yang kini telah mangkat," ucap Oppan.

Dia mengatakan, dalam tradisi masyarakat Jawa dan Cirebon, pengekspresian jenis kelamin dengan simbol tertentu bukanlah hal yang asing. "Karena itu monumen Watu Celek saat ini dipancang di sebelah makam kuno Datuk Pardun," kata dia.

Sementara itu, budayawan Cirebon, Nurdin M Noor, menjelaskan gambaran kelamin laki-laki yang tengah birahi sebenarnya merupakan simbol umum yang terdapat pada artefak-artefak kuno, seperti candi dan sitiinggil Keraton Kasepuhan. Dalam bahasa Sansekerta, simbol ereksi lelaki seringkali disebut lingga binangkit.

"Saya pernah konfirmasi kepada Sultan Kasepuhan PRA Arief Natadiningrat mengenai bagaimana jika patung Watu Celek itu dipindahkan saja ke lingkungan sitiinggil Keraton Kasepuhan dan dipancang berderetan dengan patung lingga dan yoni. Beliau sendiri tampaknya tidak keberatan akan hal itu, karena antara Watu Celek sebagai lingga dan yoni akan terasa pas. Keduanya merupakan simbol kesuburan antara lelaki dan perempuan," tutur Nurdin.

Kendati demikian, kata dia, usulan tersebut ditolak Pemrakarsa Sejarah dan Budaya asal ITB Bandung pada sebuah forum diskusi. "Yang menolak itu Ibu Yani. Beliau menyarankan agar sebaiknya monumen tersebut tetap di tempat itu sebagai cagar budaya yang memiliki nilai sejarah," ucap Nurdin.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya