Usul Pedagang ke Pemerintah agar Harga Daging Turun

Pedagang meminta Kemendag bisa lebih bijak saat memberikan izin impor sapi.

oleh Septian Deny diperbarui 01 Agu 2016, 10:46 WIB
Pedagang melayani pembeli daging Sapi di Pasar Induk Senen, Jakarta, Selasa (19/7).(Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Asosiasi Pedagang Daging Indonesia (APDI) meminta Kementerian Perdagangan (Kemendag) memberikan izin impor sapi bakalan untuk jangka waktu satu tahun. Selama ini, izin impor tersebut diberikan per kuartal.

Ketua APDI Asnawi mengatakan, ‎pemberian izin impor per kuartal ini menjadi salah satu penyebab sulitnya harga daging sapi di pasar tradisional turun. Hingga saat ini harga daging masih berada di atas Rp 100 ribu per kg.

‎"Harga tinggi saat ini salah satu penyebabnya ritme impornya tidak tepat. Itu karena izin impornya diberikan per kuartal, bukan per tahun," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Senin (1/8/2016).

Menurut Asnawi, dengan memberikan izin per satu tahun, maka importir bisa mengatur ritme impor sapi bakalan. Sebagai contoh, saat di negara asal sapi tengah mengalami kelebihan stok sapi bakalan (masa panen), maka harga sapi menjadi lebih murah. Saat seperti itu dinilai menjadi waktu yang tepat bagi untuk melakukan impor.

"Misalnya saat di negara asal sedang panen, artinya jumlahnya sapinya berlimpah sehingga harga tidak mahal. Ini saat yang pas untuk impor.‎ Jangan izin impornya keluar saat stok sapinya sedikit," tutur dia.

‎Oleh sebab itu, Asnawi berharap di bawah Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, jajaran menteri dapat membantu menurunkan harga daging di pasaran.

"Oleh karena itu, saya berikan saran impor sapi bakalan untuk kebutuhan pasar tradisional itu diberikan per satu tahun, bukan per kuartal. Nanti biar importir yang mengatur ritme impor dari negara asal dengan melihat situasi dan kondisi di sana. Jadi jangan pas harga sapinya lagi mahal kemudian izin keluar. Tapi ketika sapinya murah, izinnya enggak ada," kata dia.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya