Liputan6.com, Jakarta - Telunjuk kanan Rima menari lincah di layar sentuh telepon seluler (ponsel) pintarnya. Sudah setengah jam dia melupakan dunia nyata tempat dia berdiri. Bagi Rima, dia kini hidup di dunia imajiner berupa hamparan padang rumput yang bisa diintip melalui layar lima inci beresolusi 1080x1920 piksel. Dunia imajiner itu dipenuhi 151 monster.
Advertisement
Rima tak hidup sendiri di dunia imajiner tersebut. Sabtu siang, 16 Juli 2016, itu dia dan seratusan warga Jakarta berkumpul di sekitar Patung Pangeran Diponegoro di Monumen Nasional (Monas), Jakarta Pusat. Sinar matahari yang bersinar terik di atas ubun-ubun tak dihiraukannya para pemain gim Pokemon Go.
Pokemon Go merupakan permainan mobile berbasis iOS dan android yang dibuat oleh Niantic Labs. Sejak diluncurkan pada 6 Juli lalu, gim ini sudah menyita perhatian setidaknya 100 juta pengguna ponsel di dunia. Peluncuran dilakukan bertahap di sejumlah negara. Negara yang mendapatkan gim ini secara resmi antara lain Amerika Serikat, Selandia Baru, Australia, Inggris, dan Jerman.
Niantics belum resmi meluncurkan Pokemon Go di Indonesia. Namun pemilik ponsel di Indonesia tetap bisa memainkan gim ini. Caranya dengan memasang gim dari installer yang disediakan pihak ketiga.
“Aku download dari situs-situs apk (Android Application Package),” ujar Rima kepada Liputan6.com.
Pokemon Go merupakan perluasan konsep dari waralaba Pokemon yang diciptakan The Pokemon Company--konsorsium Nintendo, Game Freak, dan Creatures. Gim ini mengangkat cerita mengenai alam semesta maya yang dihuni ratusan spesies monster. Manusia yang hidup di alam semesta tersebut bisa menangkap makhluk itu dan menyimpannya ke dalam bola. Bola itu begitu kecil, sehingga bisa dimasukkan ke dalam saku. Monster saku tersebut bisa dilatih untuk selanjutnya diadu dengan monster milik pemain lain.
Pokemon pada awalnya diperkenalkan di Game Boy pada pertengahan dekade 1990-an. Lima belas tahun setelah diluncurkan, gim Pokemon dan berbagai turunannya sudah terjual hingga 200 juta kopi. Belakangan, Pokemon juga diangkat menjadi anime, film, dan manga.
Ramai-ramai, penyuka gim mengunduh aplikasi mobile games ini situs-situs penyedia aplikasi untuk perangkat berbasis Android, atau mengganti Apple ID untuk perangkat berbasis iOs. Di Indonesia, pengunduh gim ini rata-rata kaum muda dengan usia 30 tahun ke bawah. Kebanyakan di antara mereka merupakan pekerja dan mahasiswa. Mereka pun lebih dulu mengenal serial kartun Pokemon yang ditayangkan di SCTV dan Indosiar, sebelum memainkan gim Pokemon Go.
Pokemon Go sendiri menggunakan fitur augmented reality sebagai pengembangan waralaba ini. Dunia imajiner yang berisi monster diproyeksikan melalui tokoh tiga dimensi yang bisa diintip dari kamera ponsel. Pokemon Go juga memanfaatkan teknologi Global Positioning System dan peta digital untuk meletakkan konteks ruang dan posisi pemain gim.
Pemain gim Pokemon Go--biasa disebut trainer--bisa mengulang kenangan masa kecil melalui gim ini. Wisnu Satya Putra, seorang profesional muda yang berkantor di bilangan Pancoran, Jakarta Selatan, merupakan trainer Pokemon Go. Dia memainkan gim tersebut lantaran pernah menonton serial kartun Pokemon dan memainkan gim Digimon, saat duduk di bangku sekolah menengah pertama. “Sekarang ada hal baru, Pokemon Go. Saya jadi nostalgia,” ujar Wisnu.
Nostalgia ini pula yang dirasakan Rendra. Lelaki 29 tahun ini juga mengaku sebagai penonton setia Pokemon saat masih tayang di layar kaca. Penggemar gim ini mengatakan, dia acap kali menjajal berbagai macam gim online. Salah satu gim yang dimainkan adalah Ingress, yang notabene juga produk Niantic Labs. Lantaran itu, Rendra sudah sejak lama mendengar kabar, gim Pokemon Go akan dirilis. Ia pun bersabar menunggu aplikasi gim itu muncul di situs-situs penyedia aplikasi.
Menurut Rendra, gim ini punya keunggulan based on actual reality. Sehingga membuat dirinya merasa seperti tokoh Ash Ketchum alias Satoshi dalam serial kartun Pokemon, yang mengejar monster untuk disimpan di dalam pokeball. Bagi Rendra, gim ini seolah mewujudkan imajinasi masa lalu. Padahal sebelumnya, dia hanya dia bisa menyaksikannya di televisi. “Walaupun sudah umur segini ya, muncul game actual reality, wow. Awesome banget,” ungkap Rendra.
Demam Pokemon
Fenomena Pokemon Go beriringan muncul di setiap negara, tak hanya di Indonesia. Fenomena orang memegang handphone, lalu menggerakkan jari, dan berdiam diri di satu tempat, menjadi ciri khas trainer Pokemon Go. Itu yang terjadi pada Sabtu, 16 Juli lalu. Ratusan pemburu monster berkumpul di kawasan Monas, Jakarta Pusat.
Terik matahari yang menyengat tak membuat mereka berhenti berkeliling. Trainer yang terjangkit demam Pokemon Go ini berjalan dari satu tempat ke tempat lain mencari monster, dari satu pokestop ke pokestop buat mencari pokeball, revive, egg, potion, incubator, berry dan lain-lain. Hingga hujan deras turun dan siang berganti malam, pemburu monster masih beraksi.
Fenomena nyaris serupa terjadi pada Minggu, 17 Juli 2016. Sekumpulan anak muda yang menamakan diri 'Pokemon Go INA' berkumpul di Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta Pusat. Para pemain gim menggelar gathering sembari olahraga pagi. Puluhan orang berkumpul dari Subuh hingga siang. Tujuan mereka hanya satu, bertemu untuk memburu monster. Diselingi olahraga pagi, puluhan anggota komunitas ini berjalan 4,5 kilometer dari Stadion Utama GBK ke Plaza Semanggi dan balik ke titik awal di Stadion Utama GBK.
“Jalan-jalan ke mana pun, kita bisa dapat Pokemon,” ucap Rendra.
Lain tempat, lain pula demam yang menjangkiti trainer. Sejumlah warga di New York, Amerika Serikat, tampak berkerumun di Central Park, atau berlalu lalang di jalanan kota. Bahkan, sejumlah warga berlarian ke arah yang sama demi mengejar monster. Di antara mereka bahkan ada yang sampai keluar dari mobil yang sedang dikendarai.
Kecanduan gim ini juga membuat dua trainer di Jakarta, rela berkeliling mencari monster dengan menyewa jasa ojek online. Dua pengendara ojek beda perusahaan nyaris dibikin kesal. Sebab, mereka memesan ojek tanpa tujuan jelas dan sekadar berkeliling mencari monster. Sementara di California, Amerika Serikat, seorang trainer memanfaatkan drone buat menangkap monster tanpa perlu keluar ruangan.
Kemeriahan menangkap monster Pokemon Go lamat-lamat bergeser dari luar ruangan ke dalam ruangan. Ini seperti yang terjadi di sebuah gedung kantor agency di bilangan Pancoran, Jakarta Selatan. Wisnu Satya Putra yang merupakan head di perusahaan tersebut, kerap memainkan gim Pokemon Go di sela-sela kegiatannya. Aktivitas itu terekam jelas saat tim Liputan6.com bertandang ke kantornya di bilangan Pancoran, Jakarta Selatan.
Alumnus Curtin University of Technology Australia ini asyik memainkan Pokemon Go saat bawahannya sedang memberikan report. Meski bermain, Wisnu masih bisa mengoreksi report dan memberi masukan. Di kesempatan lain, Wisnu sengaja berkeliling ke meja kolega, sekadar buat mencari monster. Ulah Wisnu memicu kolega dan bawahannya untuk mengunduh gim serupa. Apalagi, kantor mereka terdeteksi dalam peta di Pokemon Go sebagai pokestop. “Itu jadi salah satunya. Ternyata kantor kami jadi pokestop,” ucap Wisnu.
Advertisement
Yang Berbeda dari Pokemon Go
Demam Pokemon Go tak hadir begitu saja. Selain nostalgia yang menghampiri trainer, gim ini juga punya hal yang membedakan dari gim lain. Keinginan John Hanke, kreator Pokemon Go, untuk mengajak gamer keluar dari tempat nyaman mereka, terwujud dalam gim ini. Sebab, Pokemon Go memaksa trainer berjalan kaki hingga 10 kilometer. "Paksaan" ini dimungkinkan berkat penggunaan teknologi GPS dan augmented reality (AR) dalam pengaplikasiannya.
Dengan teknologi GPS, Niantic Labs memetakan seluruh ruang yang bisa dijadikan wahana permainan. Tak jarang, banyak tempat yang jarang dikunjungi trainer kini ramai dikunjungi lantaran menjadi tempat perburuan monster. Jarak yang harus ditempuh pun bisa dekat, bisa pula jauh. Untuk memudahkan pemburuan, Niantic Labs menyediakan fitur di sudut kanan bawah dalam tampilan gim Pokemon Go. Fitur tersebut dapat menunjukkan beberapa jenis monster yang berada di sekitar atau tidak jauh (nearby) dari trainer. Fitur tersebut memudahkan trainer untuk mengetahui monster apa saja yang ada di sekitar posisinya berada.
Sementara teknologi augmented reality (AR) atau realitas tertambah memungkinkan adanya penggabungan antara realitas sebenarnya dengan fiksi. Ini menjadi keunggulan tersendiri. Selain mampu memvisualisasikan objek fiksi di dunia nyata, konsep AR dalam gim ini berguna untuk mendeteksi lokasi trainer sesuai GPS. Tanpa AR, perburuan monster pokemon menjadi mustahil. Sebab, visualisasi monster dalam bentuk 3D hanya dimungkinkan dengan teknologi ini.
"Paksaan" berjalan kaki ini berfungsi untuk menetaskan telur, menambah Combat Power (CP), dan menjadi solusi bagi trainer mendapatkan monster terbaru. "Paksaan" ini juga tidak bisa digantikan dengan mengendarai kendaraan bermotor. Sebab, aplikasi gim tidak akan menghitung jarak yang ditempuh trainer, jika kecepatan gerakannya melebihi 20 kilometer per jam.
Ini membuat trainer yang memaksakan diri menggunakan kendaraan, harus memacu mesin kendaraannya di bawah 20 kilometer per jam. Maka tidak mengherankan, banyak trainer berjalan kaki dengan menundukkan kepala ke arah gawai, hanya untuk menempuh jarak agar bisa menetaskan telur. Sementara untuk pencarian monster, jalan kaki berguna menuntun trainer memburu monster unik. Lantaran, Niantic Labs meletakkan monster-monster langka di area-area yang jarang dikunjungi trainer.
Tak hanya itu, berjalan kaki akan mengantarkan trainer menuju pokestop dan gym. Di pokestop, trainer mencari item kebutuhan berburu, sementara di gym, trainer bisa bertarung untuk merebut daerah kekuasaan. Niantic sendiri telah meletakan gym di berbagai tempat. Hanya saja, jumlah gym jauh lebih sedikit dibanding pokestop. Dalam pertarungan di gym inilah, kekuatan monster yang dilatih trainer diuji. Jika kuat, si trainer pemilik monster bisa menguasai gym. Tapi jika lemah, sang trainer harus melatih kembali monster yang mereka miliki.